Opini
13 April, 2024 08:49 WIB
Penulis:Redaksi Starbanjar
Oleh: Dr.Hj.Agustiana,MP*
STARBANJAR - Diskursus terkait dengan diskriminasi gender telah ada sejak dahulu. Akan tetapi, menariknya bahwa di Banua Banjar, bahkan pada kalangan tokoh dan elit sosial, dan keagamaan, perempuan mendapat kepercayaan dan berperan aktif pada ranah yang sebenarnya tidak biasa, yaitu ranah publik.
Dan peran pada ranah publik itu memang tidak jauh dari keterikatan dengan kultur pengembangan dakwah dunia Islam di Tanah Banjar.
Telah banyak referensi dan catatan ringkas, tentang sejarah perempuan Banjar sebagai dalam wawasan intelektual dalam penyebaran pengembangan ilmu keislaman dan dalam kepemimpinan kemasyarakatan.
Tidak hanya di Kalimantan Selatan tetapi juga sampai ke beberapa Negara tetangga, Brunei dan Thailand selatan.
Semua merujuk pada tokoh Datuk Kalampayan. Dan di kalangan tokoh kita dapat menyebut beberapa yang penting perempuan Banjar pada zamannya yaitu, Fatimah, Putri Mayang Sari, Nyai Kumala Sari, dan tentu saja Ratu Zaleha.
Perempuan Banjar dalam sejarah politik dan kekuasaan di Banua Banjar, menempati peranannya yang masyhur, yang tampaknya bahwa ini mengandalkan budaya masyarakat Banjar yang terbuka, berilmu pengetahuan, dakwah yang berjejaring dan kemampuan beradaptasi secara sosial, ekonomi dan kultural dengan lingkungan sekitarnya.
Beberapa dakwah Islam itu dilakukan dengan pendekatan ekonomi, tetap selebihnya adalah pendekatan kultural.
Kesultanan Islam Banjar sebagai bagian dari kerajaan nusantara kala itu, memberikan peluang bagi perempuan untuk terlibat aktif dalam usaha peningkatan kualitas dirinya dan juga berkontribusi dalam pengembangan keilmuan keislaman di Banjar.
Keterbukaan pemimpin saat itu pada di berbagai bidang dan penghargaan mereka atas peran perempuan menunjukkan bahwa terdapat pengakuan yang cukup adil antara laki-laki dan perempuan.
Sejarah telah mencatat betapa heroiknya kepemimpinan Ratu Zaleha dalam meneruskan perang Banjar sampai ke Hulu Barito.
Bersatu padu dengan masyarakat Dayak melawan penjajah kolonial. Hadirnya Ratu Zaleha menyatukan semua suku bangsa di Kalimantan, terutama Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Ini membuktikan bahwa kemampuan kepemimpinan perempuan yang kuat sebagai tokoh pemersatu.
Kini, sejalan dengan peristiwa sejarah itu, hadirnya Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan Hj. Raudatul Jannah atau akrab dengan Acil Odah, yang namanya di sebut sebagai calon Gubernur Kalimantan Selatan yang diusung Partai Golkar, sebagai sebuah momentum yang baik untuk kepemimpinan di Banua.
Dalam kiprah dalam mensejahterakan rakyat Kalimantan Selatan terutama untuk kalangan perempuan dan anak anak, tentu akan menarik.
Dibawah asuhan Acil Odah, Program PKK dengan target penurunan angka stunting telah tercapai dan program lain seperti pemenuhan gizi keluarga nampaknya akan menjadi program prioritasnya.
Rakyat Kalimantan Selatan, tentu saja menantikan kepemimpinan perempuan di Tanah Banjar, sebagaimana telah diperlihatkan para pemimpin perempuan di masa lalu untuk masa depan.
Penulis adalah Mantan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Lambung Mangkurat (2019-2023)
Bagikan
Opini
setahun yang lalu