Banjar Update
15 Mei, 2024 20:58 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA - Semua orang tentu sudah mengetahui bahwa kebiasaan merokok, mengonsumsi terlalu banyak gula, dan minum banyak alkohol akan membahayakan kesehatan dalam jangka panjang. Namun, mengapa banyak dari kita tetap melakukan hal-hal tersebut?
Tidak mengherankan jika kita sering memutuskan untuk tidak mengkhawatirkan suatu konsekuensi negatif dan tetap nekat melakukan beberapa hal ‘buruk’ hanya karena aktivitas tersebut seolah-olah mampu memberi kita kesenangan.
Akan tetapi, terkadang kita cukup peduli dengan konsekuensi yang mungkin terjadi sehingga kita berhenti menuruti keinginan kita tapi tetap terasa sulit untuk melakukannya.
Lalu, mengapa hal itu terjadi?
Seperti yang dilansir dari ABC, seseorang cenderung menilai potensi konsekuensi atau imbalan di masa depan kurang dari imbalan langsung yang serupa saat mereka harus memilih salah satu di antara imbalan tersebut. Biasanya psikolog dan ekonom menyebutnya dengan istilah delay discounting.
Tugas delay discounting yaitu menilai sesuatu yang mirip dengan ‘tes marshmallow’ yang ikonik dilakukan pada anak-anak. Peserta akan diberikan satu marshmallow dan diberi tahu jika mereka dapat menunggu nanti tanpa memakan marshmallow tersebut, maka mereka akan mendapatkan dua marshmallow.
Tingkat kesiapan seseorang menunggu marshmallow kedua tersebut terbukti dapat memprediksi dampak kesehatan selanjutnya, termasuk indeks massa tubuh orang dewasa.
Sebuah penelitian juga telah mengungkapkan bahwa mereka yang lebih rentan tergoda dengan delay discounting juga lebih rentan terkena risiko kesehatan akibat obesitas dan kecanduan serta memiliki harapan hidup yang lebih pendek.
Salah satu alasan mengapa kita mengabaikan imbalan di masa depan adalah karena merasa masa depan tidak pasti. Manusia mungkin akan merasa satu-satunya jaminan imbalan berupa makanan yang ada di depan mata.
Meski orang dewasa memiliki kemampuan kognitif dasar untuk mempertimbangkan masa depan, ternyata kita tidak selalu membayangkan diri kita berada dalam situasi yang relevan di masa depan ketika mengambil keputusan.
Oleh karena itu, ketika kita benar-benar melakukan ‘perjalanan waktu’ dan secara mental merasakan terlebih dahulu imbalan baik atau konsekuensi buruk perilaku kita saat ini di masa depan, maka kita cenderung membuat pilihan yang lebih bijaksana.
Bahkan banyak penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa orang yang meluangkan waktu sejenak membayangkan masa depan mereka sementara mereka membuat pilihan antara imbalan yang segera dan yang nanti akan didapatkan dapat membatasi preferensi jangka pendek mereka.
Penelitian serupa juga turut menunjukkan bahwa memikirkan masa depan dapat memperbaiki pola makan impulsif, merokok, dan konsumsi alkohol.
Meski upaya manipulasi ini hanya membuat orang lebih fokus pada masa depan, penelitian menunjukkan bahwa memikirkan konsekuensi di masa depan dapat mengubah prioritas dan mengubah perilaku kita.
Itu tadi penjelasan mengapa kita sering terus-menerus memilih mengambil keputusan buruk padahal sudah mengerti konsekuensi yang akan kita ambil. Apakah Anda juga mengalami hal yang sama?
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh pada 15 Mei 2024
Bagikan
Banjar Update
dalam sejam
Banjar Update
14 jam yang lalu