Angka Fertility Rate Singapura Menurun, Begini Kondisi Ekonomi 3 Tahun Terakhir

01 Maret, 2024 18:20 WIB

Penulis:Redaksi Starbanjar

Pemandangan di Singapura
Pemandangan di Singapura (Reuters/Caroline Chia)

STARBANJAR - Untuk pertama kalinya, tingkat kesuburan total penduduk Singapura turun di bawah 1,0. Data awal menunjukkan tingkat kesuburan total telah menurun menjadi 0,97 pada tahun 2023, menurun lebih jauh dari rekor sebelumnya yaitu 1,04 pada tahun 2022 dan 1,12 pada tahun 2021.

Dengan tingkat kesuburan 0,97, Singapura masuk dalam kategori negara-negara dengan tingkat kelahiran total terendah di seluruh dunia.

“Ada berbagai alasan mengapa rendahnya kesuburan di Singapura. Ada pula yang bersifat sementara, misalnya pasangan yang rencana pernikahannya terganggu karena COVID-19, yang pada gilirannya mungkin menunda rencana menjadi orang tua,” kata Menteri di Kantor Perdana Menteri (PMO) Indranee Rajah di parlemen, pada Rabu, 28 Februari 2024.

Di sisi lain, ada juga kekhawatiran tentang beban finansial dalam membesarkan anak, tekanan untuk menjadi orang tua yang baik, dan kesulitan dalam menjaga keseimbangan antara komitmen pekerjaan dan keluarga.

Dilansir dari The Straits Times, Indranee, yang mengawasi National Population and Talent Division, mengatakan, negara kota ini mencatat 26.500 pernikahan penduduk dan 30.500 kelahiran penduduk sepanjang tahun 2023.

Indranee mencatat, dalam lima tahun terakhir, rata-rata jumlah warga Singapura yang menikah dan memiliki anak setiap tahunnya lebih rendah dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya.

Dia menyebutkan beberapa alasan di balik penurunan tingkat kesuburan tersebut, termasuk dampak COVID-19 yang mengakibatkan penundaan rencana pernikahan dan menjadi orang tua bagi beberapa pasangan, tekanan finansial dalam membesarkan anak, kekhawatiran akan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, serta perubahan prioritas generasi.

“Kaum muda bahkan mungkin tidak melihat pernikahan atau menjadi orang tua sebagai tujuan hidup yang penting,” tambah menteri.

Penurunan jumlah kelahiran memiliki dampak serius, termasuk penuaan populasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pada pertengahan tahun 2023, hampir seperlima dari populasi Singapura adalah penduduk yang berusia 65 tahun ke atas.

“Dengan lebih sedikit kelahiran, kita akan menghadapi penyusutan angkatan kerja. Mempertahankan dinamisme kita, menarik bisnis global, dan menciptakan peluang bagi generasi berikutnya akan semakin sulit,” kata Indranee.

Dia menambahkan, pemerintah mengambil langkah-langkah untuk mendorong peran sebagai orang tua, termasuk menggandakan cuti ayah yang didanai oleh pemerintah, meningkatkan cuti bayi yang tidak dibayar, dan meningkatkan pasokan perumahan bagi keluarga.

Kebijakan imigrasi Singapura juga telah berperan dalam mengatasi masalah ini. Indranee menyatakan, pada tahun 2023, pemerintah telah memberikan sekitar 23.500 kewarganegaraan baru dan 34.500 tempat tinggal permanen baru.

Ekonomi Singapura dalam Tiga Tahun Terakhir

Dikutip dari Antara, ekonomi Singapura tumbuh 3,8% pada tahun 2022, mengalahkan ekspektasi pemerintah tetapi lebih lambat dari tahun sebelumnya. Perkiraan resmi pemerintah untuk pertumbuhan pada tahun 2022 adalah sebesar 3,5%, lebih rendah dari 7,6% pada tahun 2021.

Menurut data pemerintah Singapura yang dirilis pada Senin, 3 Januari 2022, ekonomi Singapura mengalami pertumbuhan sebesar 7,2% pada tahun lalu, mengalami pemulihan dari resesi terparah sejak kemerdekaan yang dipicu oleh pandemi virus corona.

Pada tahun 2020, negara kota tersebut mengalami penurunan ekonomi terburuknya ketika bisnis dan perbatasan internasional ditutup, menghambat aktivitas ekonomi perdagangan dan pariwisata.

Awalnya, pihak berwenang menerapkan kebijakan ketat dalam membatasi pergerakan dan pertemuan untuk mengendalikan penyebaran COVID. Namun, kebijakan tersebut kemudian bergeser untuk hidup berdampingan dengan virus corona karena mayoritas penduduk telah divaksinasi secara penuh.

Singapura mencatat total 280.290 kasus dengan 829 kematian pada Minggu, 2 Januari 2022.

Kementerian Perdagangan merilis perkiraan awal pada Senin, 3 Januari 2022, yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,9% pada kuartal keempat 2021 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Hal ini menghasilkan pertumbuhan ekonomi setahub penuh sebesar 7,2%, membalikkan kontraksi sebesar 5,4% yang terjadi pada 2020—merupakan penurunan terburuk yang pernah dialami negara itu sejak kemerdekaannya pada tahun 1965.

Menurut Kementerian Perdagangan, sektor manufaktur, yang merupakan pilar ekonomi yang sangat bergantung pada perdagangan, melonjak 12,8% secara tahunan, didorong oleh permintaan global terhadap semikonduktor dan peralatan semikonduktor.

Dilansir dari AFP, sektor konstruksi, yang menjadi pendorong pertumbuhan domestik, mencatat kenaikan sebesar 18,7% sepanjang tahun tersebut.

Sementara, ekonomi Singapura berhasil menghindari resesi pada 2023. Meski demikian, Perdana Menteri Lee Hsien Loong memperingatkan tentang kondisi global yang bermasalah, dan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan keamanan negara tersebut.

Lee mengungkapkan, Produk Domestik Bruto (PDB) Singapura tumbuh sebesar 1,2% (year-on-year/yoy). Angka ini melebihi perkiraan Kementerian Perdagangan pada November 2023 yang memproyeksikan pertumbuhan sebesar 1%.

Untuk tahun mendatang, Lee kembali menegaskan proyeksi resmi pertumbuhan ekonomi dari negara tersebut adalah antara 1% hingga 3%.

“2023 merupakan tahun yang penuh dengan tantangan, dengan memperkirakan bahwa ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China masih berlanjut,” ungkapnya dalam Pidato Tahun Baru 2024 dikutip dari Bloomberg, pada Senin, 1 Januari 2024.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 01 Mar 2024