Banjar Update
01 April, 2024 12:27 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA - Semakin dekat dengan Idulfitri, salah satu momen yang paling ditunggu para pekerja dan buruh di Indonesia adalah pemberian Tunjangan Hari Raya (THR). Hak yang dilindungi oleh undang-undang.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 88 ayat 4 mengamanatkan bahwa setiap pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja/buruh yang telah bekerja selama satu bulan secara terus menerus atau lebih.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 secara lebih rinci mengatur tentang besaran dan waktu pembayaran THR.
Sesuai peraturan ini, pekerja/buruh yang telah bekerja selama 12 bulan secara terus menerus atau lebih berhak atas THR sebesar satu bulan gaji.
Sedangkan bagi mereka yang telah bekerja kurang dari 12 bulan, THR harus dibayarkan secara proporsional sesuai dengan masa kerja mereka.
Penting dicatat bahwa THR harus diserahkan paling lambat 7 hari sebelum Hari Raya Keagamaan.
Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/1/HK.04/III/2023 juga menegaskan kembali kewajiban pengusaha untuk membayarkan THR kepada pekerja/buruh.
Bahkan, surat edaran tersebut mengatur THR bagi pekerja/buruh di perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.
Bagi pengusaha yang melanggar kewajiban ini, sanksi administratif seperti teguran tertulis, denda, dan pembekuan usaha dapat dikenakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selain mengatur hak pekerja/buruh, peraturan tersebut juga memberikan ketentuan khusus bagi perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.
Dalam hal ini, pengusaha memiliki kewenangan untuk mengajukan penundaan pembayaran THR kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat.
Namun, permohonan tersebut harus disertai dengan bukti dan alasan yang jelas yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan yang memang sedang mengalami kesulitan.
Jika permohonan tersebut disetujui, pengusaha tetap memiliki kewajiban untuk membayarkan THR kepada pekerja/buruh, namun dengan mekanisme pembayaran yang diatur secara berbeda. Mereka harus mencicil pembayaran THR paling lambat 1 bulan setelah Hari Raya Keagamaan.
Ketentuan ini memberikan keseimbangan antara perlindungan hak-hak pekerja/buruh dan kewenangan pengusaha dalam mengelola kondisi keuangan perusahaan.
Dengan demikian, meskipun terdapat kesulitan keuangan, pekerja/buruh tetap mendapatkan hak mereka secara proporsional, sementara pengusaha memiliki waktu yang cukup untuk memulihkan kondisi keuangan perusahaan sebelum melanjutkan pembayaran THR secara penuh.
THR bukanlah sekadar imbauan, melainkan merupakan hak yang dijamin oleh undang-undang bagi pekerja/buruh.
Jika terjadi ketidaksesuaian atau pelanggaran terhadap hak ini, pekerja/buruh berhak untuk melaporkannya kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat.
Kewajiban pengusaha untuk membayarkan THR secara tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku adalah salah satu bentuk penghormatan terhadap kontribusi serta upaya pekerja/buruh dalam menjaga kelangsungan usaha perusahaan.
Maka dari itu, penting bagi seluruh pihak terlibat untuk memastikan pelaksanaan pemberian THR dilakukan dengan baik demi menjaga hubungan yang sehat antara pengusaha dan pekerja/buruh serta untuk memastikan perlindungan hak-hak pekerja/buruh sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 01 Apr 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 01 Apr 2024
Bagikan
Banjar Update
10 jam yang lalu