Banjar Update
29 Mei, 2024 20:42 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA - Jokowi baru saja merilis Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada Senin, 20 Mei 2024.
Pasal 1 dari peraturan tersebut menjelaskan bahwa, Tapera adalah penyimpanan yang dilakukan secara periodik oleh Peserta dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat digunakan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan bersama hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.
Berdasarkan PP 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020, diatur bahwa iuran yang harus ditanggung peserta mencapai 3%.
Namun, perlu dipahami bahwa 3% tersebut tidak seluruhnya dibebankan kepada para pekerja. Sebaliknya, pekerja hanya bertanggung jawab atas 2,5%. Sisanya, yaitu 0,5%, akan ditanggung oleh pemberi kerja. Dengan demikian, setiap orang kemungkinan akan memikul beban iuran Tapera yang berbeda-beda, tergantung pada besaran gaji atau upah mereka.
Sebagai contoh, seseorang yang bekerja di Jogja, memiliki gaji bulanan sebesar Rp2.000.000. Berdasarkan peraturan yang berlaku untuk simpanan Tapera, gaji tersebut akan dipotong sebesar 2,5% dari total gaji Rp2.000.000. Maka perhitungannya adalah Rp2.000.000 x 2,5% = Rp50.000
Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat disimpulkan pekerja akan dikenakan potongan simpanan Tapera sebesar Rp50.000 setiap bulannya. Selain itu, pihak pemberi kerja, seperti perusahaan atau kantor tempat pekerja tersebut bekerja, akan dikenakan simpanan Tapera sebesar 0,5% dari gaji yang dibayarkan kepada pekerja tersebut. Maka perhitungannya adalah Rp2.000.000 x 0,5% = Rp10.000
Jadi, pihak pemberi kerja harus membayarkan simpanan Tapera bagi pekerja tersebut sebesar Rp10.000 setiap bulannya.
Misalkan, Anda pekerja swasta dengan gaji UMR Solo sebesar Rp2.200.000, maka besaran iuran Tapera yang perlu dibayarkan sebesar Rp55.000 per bulan. Ini hasil perhitungan Rp2.200.000 dikalikan 2,5%.
Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat disimpulkan pekerja akan dikenakan potongan simpanan Tapera sebesar Rp55.000 setiap bulannya. Selain itu, pihak pemberi kerja, seperti perusahaan atau kantor tempat pekerja tersebut bekerja, akan dikenakan simpanan Tapera sebesar 0,5% dari gaji yang dibayarkan kepada pekerja tersebut. Maka perhitungannya adalah Rp2.200.000 x 0,5% = Rp11.000
Oleh karena itu, pihak pemberi kerja harus membayarkan simpanan Tapera bagi pekerja tersebut sebesar Rp11.000 setiap bulannya.
Simulasi perhitungan simpanan Tapera lain, sebagai contoh Anda bekerja di Jakarta. Anda mendapatkan gaji UMR sebesar Rp5.067.381 setiap bulannya. Jika merujuk dari peraturan yang telah diatur pemerintah mengenai simpanan Tapera, maka gaji Anda akan dipotong sebesar 2,5% dari total Rp5.067.381 tadi. Maka hasil perhitungannya Rp5.067.381 x 2,5% = Rp126.684
Berdasarkan dari perhitungan tersebut, dapat dipahami besaran simpanan Tapera yang harus dibayarkan oleh pekerja tersebut adalah Rp126.684 setiap bulannya. Kemudian sisa 0,5% akan ditanggung pemberi kerja. Maka untuk perhitungannya adalah Rp5.067.381 x 0,5% = Rp 25.336
Maka, pihak pemberi kerja harus membayar simpanan Tapera untuk pekerja tersebut sekitar Rp25.336 setiap bulannya.
Dari simulasi yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dipahami potongan gaji untuk simpanan Tapera bagi ketiga pekerja di atas berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh wilayah tempat tinggal keduanya yang berbeda, sehingga gaji yang diterima juga memiliki nominal yang berbeda.
Menariknya, jika iuran tersebut dilakukan selama 30 tahun (saat masa pensiun), dengan asumsi imbal hasil 20% per tahun, maka pada masa pensiun pekerja tersebut akan menerima sejumlah Rp3.504.120.264.
Berdasarkan perhitungan tersebut, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pekerja gaji UMR agar bisa mendapatkan uang sebesar Rp3,5 miliar setelah pensiun dari Tapera, antara lain:
1. Inflasi rendah.
2. Dana Tapera dikelola dengan baik dan tidak dikorupsi.
3. Pengelola harus menemukan instrumen investasi dengan imbal besar.
Status kepesertaan Tapera berakhir telah diatur dalam PP 25 Tahun 2020. Pasal 23 menjelaskan secara rinci beberapa kriteria di mana status kepesertaan Tapera dapat dihentikan atau berakhir. Beberapa kriteria tersebut mencakup:
1. Peserta telah pensiun sebagai pekerja.
2. Peserta telah mencapai usia 55 tahun bagi pekerja mandiri.
3. Peserta telah meninggal dunia.
4. Peserta tidak lagi bisa memenuhi kriteria sebagai peserta selama 5 tahun berturut-turut.
Usai mengetahui kriteria yang dapat menyebabkan berakhirnya status kepesertaan Tapera, masyarakat juga perlu memahami kriteria pembiayaan perumahan. Peraturan yang sama mengatur beberapa syarat yang harus dipenuhi peserta untuk memperoleh pembiayaan perumahan.
Kriteria tersebut dijelaskan secara detail dalam Pasal 38 ayat (1). Beberapa kriteria yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah:
1. Peserta harus mempunyai masa kepesertaan paling singkat 12 bulan.
2. Peserta termasuk dalam golongan masyarakat yang memiliki penghasilan rendah.
3. Peserta belum memiliki rumah.
4. Peserta dapat menggunakannya untuk pembiayaan pemilikan rumah pertama, pembangunan rumah pertama, hingga perbaikan rumah pertama.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 29 May 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 29 Mei 2024
Bagikan
Banjar Update
3 jam yang lalu