Ilustrasi berinvestasi.
Banjar Update

Blended Finance: Cara Baru Mendanai Inisiatif Lingkungan

  • Kemenkeu melalui NDA-GCF mengembangkan blended finance untuk menjembatani pendanaan proyek hijau, mencakup energi, lanskap, dan pertanian. Kenali skemanya.
Banjar Update
Redaksi Daerah

Redaksi Daerah

Author

JAKARTA – Pemerintah kini semakin memprioritaskan blended finance (pembiayaan campuran) sebagai elemen utama dalam strategi pendanaan untuk mendukung transformasi iklim di tingkat nasional. Melalui National Designated Authority (NDA) untuk Green Climate Fund (GCF) yang berada di bawah koordinasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), skema blended finance sedang diperkuat guna mengatasi kekurangan pendanaan bagi berbagai proyek ramah lingkungan.

Melansir dari Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) Kemenkeu pada Kamis, 20 November 2025, blended finance merupakan penggunaan strategi pembangunan untuk memobilisasi pembiayaan tambahan menuju pembangunan berkelanjutan di negara-negara berkembang. 

Konsep ini menggabungkan pembiayaan konsesional dari pihak ketiga dengan pembiayaan rekening sendiri yang lazim bagi pembiayaan komersial dari investor lain. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan pasar sektor swasta, pembangunan berkelanjutan, dan memobilisasi sumber daya swasta. 

Kerangka ini mencakup tiga tipe utama yaitu energi terbarukan, lanskap berkelanjutan seperti hutan dan tata guna lahan, serta komoditas pertanian. Setiap tipe dirancang dengan struktur pembiayaan yang fleksibel sesuai dengan tahap kematangan proyek, mulai dari tahap awal (seed), pengembangan, hingga proyek yang sudah matang.

Dalam konteks implementasi infrastruktur, blended finance juga diintegrasikan ke dalam skema KPBU. Skema ini memungkinkan dana publik, swasta, dan pihak ketiga digunakan bersama untuk mendukung proyek transportasi hijau serta infrastruktur rendah karbon.

Salah satu contoh nyatanya adalah penggunaan instrumen seperti Viability Gap Fund (VGF) dan jaminan pemerintah. Sesuai PMK 223/2021 dan PMK 170/2018 VGF merupakan dukungan pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial. Hal ini berupa kontribusi atas sebagian biaya konstruksi yang diberikan pada Proyek Kerja Sama dengan kelayakan ekonomi, tetapi belum memiliki kelayakan finansial.

Sementara itu, dukungan kelayakan merupakan belanja negara yang diberikan dalam bentuk tunai kepada Proyek Kerja Sama sesuai porsi tertentu yang tidak mampu mendominasi dari seluruh Biaya Konstruksi Proyek Kerja Sama, selain biaya terkait pengadaan tanah dan insentif perpajakan. Dalam hal ini, pemerintah daerah dapat berkontribusi atas pemberian dukungan kelayakan setelah memperoleh persetujuan dari DPRD.

Adapun proyek-proyek KPBU yang telah mendapatkan VGF adalah:

  1. Proyek KPBU Sistem Penyediaan Air Minum Umbulan
  2. Proyek KPBU Sistem Penyediaan Air Minum Bandar Lampung
  3. Proyek KPBU Sistem Penyediaan Air Minum Pekanbaru.

Instrumen ini dirancang khusus untuk mengurangi risiko awal dari proyek, sehingga investor swasta yang cenderung konservatif lebih tertarik untuk ikut serta. Manfaat dari blended finance sangat strategis karena sebagian modal berasal dari sumber publik atau konsesional. 

Skema ini membantu mengoreksi profil risiko proyek hijau yang biasanya dianggap berisiko tinggi oleh investor komersial. Hal ini berperan penting untuk mendorong masuknya modal swasta dalam proyek mitigasi iklim yang krusial, tetapi belum sepenuhnya menarik dari segi finansial.

Selain itu, skema pembiayaan campuran ini memperkuat kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan pemerintah, pihak internasional, lembaga keuangan, dan sektor swasta, yang membuat dialog tentang investasi iklim menjadi lebih terstruktur serta transparan.

Tantangan Kesiapan Proyek dan Regulasi

Meskipun strategis, penerapan blended finance di Indonesia masih menghadapi hambatan. Tantangan utama terkait pipeline proyek, yaitu daftar proyek yang benar-benar siap dan layak secara teknis serta finansial. Tidak adanya daftar proyek yang matang, skema blended finance sulit untuk iskalakan secara luas.

Selain itu, pembentukan struktur keuangan yang tepat juga menjadi kendala. Kerangka regulasi dan kebijakan perlu dimatangkan agar blended finance bisa berjalan efektif dan adil, sekaligus meminimalkan potensi konflik kepentingan antara sumber dana publik serta swasta.

Di sisi lain, Bank Indonesia memiliki peran strategis untuk mendukung dan menyebut pembiayaan hijau termasuk blended finance sebagai bagian dari strategi utama mendorong transisi ekonomi rendah karbon. Secara strategis, blended finance ini ditempatkan sebagai katalisator bagi proyek-proyek percontohan. 

Setelah proyek ini berhasil, struktur pembiayaan yang sama dapat direplikasi secara luas untuk proyek lain, sehingga membantu Indonesia menutup jurang pendanaan iklim serta mendukung transisi hijau nasional.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Maharani Dwi Puspita Sari pada 21 Nov 2025 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 21 Nov 2025