
BPK RI: Dana PEN Sebanyak RP 1,69 Triliun Terindikasi Salahi Ketentuan
- Temuan itu tertuang dalam Laporan hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) semester II-2020
Ekonomi dan Bisnis
STARBANJAR- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengindikasikan realisasi insentif perpajakan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020 menyalahi perundang-undangan.
Temuan itu tertuang dalam Laporan hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) semester II-2020. Ketua BPK Agung Firman menyebut nilai realisasi yang terindikasi menyalahi ketentuan mencapai Rp1,69 triliun.
“Permasalahan yang terkait dengan penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional (KCPEN) tidak sesuai dengan ketentuan,” kata Agung dalam pembacaan LKPP tahun 2020, Jumat, 25 Juni 2021, dikutip dari Trenasia, partner resmi Starbanjar.com.
Selain itu, Agung menyinggung 10 Kementerian/Lembaga (K/L) yang tidak melakukan belanja PEN 2020 secara optimal. Akibatnya, realisasi dana PEN 2020 pun tersendat sebesar Rp9 triliun di 10 K/L tersebut.
Lalu, belanja subsidi Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Non-KUR serta kartu pra kerja yang anggarannya masuk dalam PEN 2020 tercatat juga menyisakan sisa sebesar Rp6,77 triliun.
“Sisa dana kegiatan ini masih belum disalurkan dan realisasi pengeluaran pembiayaan sebesar Rp28,75 triliun dalam rangka PC-Pen tidak dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan dan jadwal kebutuhan penerima investasi,” ucap Agung.
Realisasi PEN pada tahun lalu memang tidak terserap 100%. Menurut data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sisa dana PEN 2020 diketahui sebesar Rp115,42 triliun.
Itu artinya, belanja PEN tahun lalu hanya tercapaai 83,4% atau Rp579,78 triliun dari pagu yang sebesar Rp695.2 triliun.
Selain realisasi yang terhambat, BPK juga menemukan potensi penyaluran bantuan program PEN 2020 yang gagal disalurkan. Kasus itu datang dari pos anggaran Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) yang dilaksanakan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM).
BPK menemukan adanya double debet pada Rekening Pemerintah Langsung (RPL) akibat penyaluran dana yang gagal senilai Rp23,5 miliar. Dana tersebut statusnya masih berada di RPL dan belum kembali ke kas negara.