Banjar Update
21 Juni, 2024 13:07 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA - Indonesia kini dilaporkan sedang meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko penularan flu burung (Avian Influenza) pada manusia. Kewaspadaan ini menyusul adanya laporan dari WHO dalam beberapa hari terakhir mengenai kasus infeksi flu burung pada manusia.
Seperti yang dilansir dari laman resmi Sehat Negeriku, berdasarkan laporan terbaru WHO yang terbit 11 Juni 2024 lalu, kasus infeksi virus Avian Influenza Tipe A (H9N2) pada manusia terdeteksi pada seorang anak yang tinggal di negara bagian Benggala Barat, India. Anak tersebut dikabarkan memiliki riwayat kontak dengan unggas tapi telah pulih sehingga dapat diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
Direktur Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dr. Achmad Farchanny Tri Adryanto, M.K.M. juga menyebutkan bahwa pihaknya senantiasa memantau strain Avian Influenza yang berpotensi menular pada manusia.
“Sesuai dengan komitmen global, di sektor kesehatan manusia, strain yang dilakukan pemantauan adalah HPAI (Highly Pathogenic Avian Influenza), yaitu H5 di Laboratorium Kesehatan Masyarakat (Labkesmas) tier 4 maupun LPAI (Low Pathogenic Avian Influenza) yaitu H7, H9, dan yang lainnya di Labkesmas Rujukan Nasional,” jelas Farchanny di Jakarta, Kamis, 13 Juni 2024 seperti yang dikutip dari Sehat Negeriku pada Jumat, 21 Juni 2024.
HPAI sendiri adalah virus Avian Influenza yang sangat patogen dan menyebabkan penyakit serius serta mortalitas tinggi pada unggas yang terinfeksi. Sementara itu, LPAI termasuk virus Avian Influenza patogen rendah yang tidak menyebabkan tanda-tanda penyakit atau penyakit ringan pada ayam atau unggas.
Menurut informasi Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, strain virus Avian Influenza kategori HPAI dan LPAI Tipe A dapat menyebabkan infeksi penyakit ringan hingga parah pada manusia yang terinfeksi.
Pemantauan strain HPAI strain H5 di Indonesia dilakukan dengan meningkatkan surveilans sentinel Influenza Like Illness (ILI) dan Severe Acute Respiratory Illnesses (SARI) dari adanya faktor risiko kontak langsung dengan unggas sakit atau mati mendadak dan lingkungan yang terkontaminasi.
“Kemudian meningkatkan surveilans infeksi pernapasan akut berat dengan faktor risiko untuk deteksi dini suspek flu burung,” lanjut Farchanny.
“Kami menghimbau para peternak ayam, itik, sapi atau hewan lainnya untuk menerapkan pengelolaan ternak dan kandang ternak dengan menerapkan higiene dan sanitasi yang benar selalu melakukan desinfeksi dan cuci tangan” lanjutnya. Jangan menjual hewan sakit dan bila ada kematian ternak mendadak dan dalam jumlah besar segera laporkan.
Indonesia juga turut memperkuat pengawasan di pintu masuk negara untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko penularan flu burung. Hal tersebut dilakukan terutama terhadap pelaku perjalanan dari negara-negara yang melaporkan adanya kasus infeksi flu burung.
Achmad Farchanny Tri Adryanto menjelaskan mengenai hal-hal yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengawasi risiko penularan flu burung di Indonesia, seperti berikut ini.
Direktur Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan Achmad Farchanny Tri Adryanto mengimbau masyarakat untuk selalu menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebagai upaya antisipasi penularan flu burung pada manusia. Bagi Anda yang sering bersentuhan dengan unggas, ia menyarankan untuk selalu cuci tangan menggunakan sabun setelah berkontak dengan unggas. Masyarakat juga tidak diperbolehkan untuk mengonsumsi unggas dan mamalia yang sakit serta menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai saat harus melakukan kontak dengan unggas atau hewan mamalia sakit atau mati mendadak.
Anda juga perlu segera melaporkan kepada Dinas Peternakan setempat jika ada kematian unggas atau hewan mamalia secara mendadak dalam jumlah banyak di lingkungan sekitar Anda.
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh pada 21 Jun 2024
Bagikan