ILUSTRASI_MASYARAKAT_BANJAR_OKE
Banjar Update

Covid-19: Seberapa Ampuh Imbauan Physical Distancing bagi Masyarakat Banjar?

  • Demi mencegah penyebaran virus corona yang kian meluas, imbauan jaga jarak atau physical distancing terus digencarkan pemerintah.  Anjuran tersebut dinilai efektif memutus rantai covid-19 ketimbang opsi lainnya. Namun, apa jadinya jika praktik ini dihadapkan dengan budaya masyarakat Kalimantan Selatan?

Banjar Update
M Rahim Arza

M Rahim Arza

Author

Demi mencegah penyebaran virus corona yang kian meluas, imbauan jaga jarak atau physical distancing terus digencarkan pemerintah.  Anjuran tersebut dinilai efektif memutus rantai covid-19 ketimbang opsi lainnya. Namun, apa jadinya jika praktik ini dihadapkan dengan budaya masyarakat Kalimantan Selatan?

Dari pantauan starbanjar di lapangan, imbauan ini physical distancing nyatanya tak digubris sepenuhnya. Banyak warga yang masih memilih untuk ke luar rumah dengan berbagai alasan. Dari urusan pekerjaan, hingga nongkrong untuk melepas stress semata.

Siti Maysarah (59 tahun), misalnya. Ia masih saja asyik duduk di lingkungan kampungnya di kawasan KS Tubun, Banjarmasin Selatan, pada Kamis (2/4/2020) malam tadi. Ngobrol ngalor-ngidul bersama dua tetangga lain di pelataran rumah, perempuan paruh baya itu tak merasa khawatir sama sekali tentang kabar yang sedang riuh di luar sana, yakni, wabah Virus Corona.

Posisi duduk mereka terlampau dekat. Satu sama lainnya juga tak canggung melakukan kontak fisik. Singkatnya, tak ada jarak bagi mereka bertiga.

Maysarah sebenarnya tahu persis ada imbauan dari pemerintah agar membatasi jarak antar satu sama lain. Tapi, baginya, rutinitas 'ngerumpi' itu juga sudah jadi tradisi yang susah untuk dihilangkan meski wabah ini kian meluas.

"Tahu-tahu aja. Tapi kayanya kalau di sekitaran sini aman aja lah. Apalagi ini kawan parak (dekat) di sekitar sini aja," kata Maysarah
terkekeh.

Menurut dia, yang terpenting adalah menjaga diri tetap bersih. Selain itu, ia mulai membatasi diri untuk tidak datang ke acara-acara yang melibatkan banyak orang. "Kalau kaya ini, yakin aja, aman pang. Paling sekarang ke kalau pasar yang hati-hati. Jaga jarak,"
imbuhnya.

Sama seperti Maysarah, Rayhan (22 tahun), warga Banjarmasin Timur, juga tak tahan jika harus berdiam diri dan tak berinteraksi dari orang luar. Ditemui di sebuah kafe di kawasan Pemurus Luar, ia mengaku nongkrong sudah menjadi kebiasaan sembari main gim online.

"Tapi aku bawa masker. Kukira ya masih aman saja kalau begini. Terus nanti di rumah ya langsung mandi biar bersih dari virus. Aku paham soal bahaya corona. Tapi juga sulit kalau enggak ke luar," katanya.

Pemerhati kebudayaan Banjar, Tajuddin Noor Ganie, mafhum dengan kondisi masih banyaknya warga yang keluar rumah meski di tengan wabah Covid-19. Menurut dia, ada istilah "bakumpul' atau 'badadapatan' yang mengakar di tengah kultur masyarakat Banjar.

"Budaya ini telah mengakar di masyarakat Kalimantan Selatan, khususnya di Banua Anam," kata dia.

Tajuddin mengingat pada tahun 1980-an, misalnya, beberapa tempat di halaman rumah, warung dan mesjid, menjadi ruang interaksi sosial digandrungi masyarakat Banua. Dia meyakini, kebiasaan dari kulture Banjar tentang budaya kumpul ini masih melekat kuat dan menjamur hingga sekarang.

Meski demikian, ia meyakini kebijakan ini baik untuk mencegah penyebaran virus makin meluas. Hanya saja, perlu waktu yang lebih dan ketegasan untuk memaksimalkan imbauan ini.

Dosen Pendidikan Antropologi FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah, juga tak memungkiri masih banyaknya warga yang ngotot ke luar rumah di masa wabah Covid-19.

Kendati begitu, ia yakin anjuran ini ampuh jika disosialisasikan kepada masyarakat dengan pendekatan kearifan lokal.

"Berbagai istilah seperti physical distancing, social distancing, lockdown dan lain sebagainya, adalah istilah yang membawa bayangan horor. Sehingga, maka kita perlu menghantarkan istilah-istilah lokal yang sebenarnya sejak dulu kita miliki," tutur Nasrullah.