
Diet Plant-based, Tidak Lagi Sekadar Gaya Hidup
- STARBANJAR - Di era kekinian, semakin banyak individu mulai beralih mengikuti diet berbasis nabati atau yang populer dikenal sebagai diet plant-based food.
Lifestyle & Teknologi
STARBANJAR - Di era kekinian, semakin banyak individu mulai beralih mengikuti diet berbasis nabati atau yang populer dikenal sebagai diet plant-based food.
Pola makan berbasis nabati tidak hanya sekadar gaya hidup namun merupakan sebuah kebutuhan. Pola makan ini diyakini mampu memberikan beragam manfaat, dari menurunkan berat badan, keinginan untuk melestarikan lingkungan hingga mencegah berbagai penyakit kronis.
Lantas bagaimana kata ahli tentang gaya hidup diet berbasis nabati? Dr. Amadeus Driando Ahnan-Winarno, Co-Founder dan CTO Better Nature, menjelaskan banyak individu memilih pola makan berbasis nabati didasari dengan tiga hal, isu kesehatan, lingkungan dan kesejahteraan hewan.
Hal ini disampaikan Dr Driando saat menjadi pembicara webinar series dengan topik Plant Based Food As an Alternative for Healthier Life, pada Kamis, (27/10/2022) kemarin.
Adapun, NutriClass merupakan program dari Nutrifood yang berlangsung setiap hari Kamis, dari 13 Oktober hingga 3 November 2022 mendatang.

Dari sisi lingkungan, kata Driando diet berbasis nabati mengurangi hingga 90 persen karbon efek rumah kaca dibanding pola makan berbasis nutrisi hewani.
"Kalau 10 persen saja penduduk bumi beralih ke pola makan berbasis nabati, manfaatnya luar biasa untuk alam, kita bisa menyelamatkan penebangan 2,7 miliar pohon, mencegah kehilangan hutan dengan luas setara negara Jerman, dan menghemat penggunaan air setara kebutuhan penduduk New York selama 5 tahun," ucap Driando.
Doktor lulusan University of Massachusetts Amherst ini menyebut gaya hidup plant-base food secara langsung berkontribusi untuk berupaya menyelamatkan bumi. Sebab jika pola makanan masih bergantung yang berasal dari hewani, maka tahun 2050 mendatang lahan di bumi tidak lagi sanggup untuk memproduksi makanan yang cukup untuk 10 miliar penduduk bumi.
"Beralih ke pola makanan berbasis nabati salah satu upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi tiga masalah, kesehatan, lingkungan dan keadilan serta kesetaraan," jelasnya.
Researcher & Health Educator Nutrifood Research Center Rendy Dijaya bersepakat bahwa beralih ke sumber nutrisi berbasis nabati dapat memberikan manfaat yang luar biasa bagi kesehatan dan sustainable bagi alam dan lingkungan.
"Dengan beralih ke pola makanan berbasis nabati, kita turut mendukung Sustainable Development Goals (SGD) yang telah dicanangkan pemerintah," kata Rendy.
Di sisi lain, Rendy mengakui terdapat sejumlah tantangan untuk mengadopsi plant based diet. Pertama, kurangnya beberapa nutrisi tertentu pada produk nabati, dibandingkan hewani.
Kedua, dalam produk nabati, terdapat senyawa antinutrisi yang membuat tubuh tidak optimal dalam menyerap nutrisi. Dan Sebagian produk makanan nabati belum terjangkau bagi sejumlah kalangan.
Dan terakhir, produk nabati dirasa kurang enak bagi sebagian orang, bila dibandingkan dengan hewani.
Randy menggarisbawahi nutrisi berbasis nabati harus seimbang, dan bervariasi. Sebagai contoh mix and match makanan yang berasal dari tumbuhan legum dan kacang-kacangan, sehingga nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh terpenuhi.
Dia juga menyarankan kebutuhan protein dipenuhi yang berasal dari makanan berfermentasi, misalnya tempe dan tapai yang kaya akan probiotik dan prebiotik yang dibutuhkan oleh tubuh.
Sebagai produsen makanan bergerak dalam bidang industri makanan dan minuman kesehatan terkemuka, Nutrifood berkomitmen menyediakan produk makanan dan minuman berasal dari nabati, sejalan dengan prinsip plant-base food.
Salah satu produk Nutrifood yang berasal dari sumber nabati, diantaranya L-Men Plant Protein, Tropicana Oat Drink, HiLo Multi Grain, HiLo Almond Milk, dan HiLo Soy Milk.

Plant-base Food, Gaya Hidup dan Kesadaran Jawab Moral
Dampak perubahan iklim semakin mengkhawatirkan, salah satu sektor yang turut berkontribusi dalam menyumbang efek rumah kaca adalah sektor peternakan.
Kajian World Resources Institute (WRI) yang rilis 2021 memperlihatkan, kehilangan tutupan hutan tertinggi dunia itu disebabkan peternakan. Dari analisis terbaru WRI ini memperlihatkan tujuh komoditas agrikultur seperti peternakan, sawit, kedelai, kakao, karet dan perkebunan kayu menyebabkan kehilangan 26% atau sekitar 71,9 juta hektar tutupan pohon dunia dari 2001-2015.
Dari berbagai komoditas itu, peternakan sebagai penyumbang kehilangan hutan tertinggi, disusul sawit, kedelai, kakao, kebun karet, kopi, dan perkebunan kayu.
Dari seluruh jenis hewan ternak, sapi membutuhkan banyak lahan dan makanan. Gas buangan mereka juga memiliki kandungan gas metan tinggi, salah satu penyumbang pemanasan global.
Hal ini membuat produksi daging sapi menghasilkan emisi karbon empat kali lebih besar dibanding produksi daging babi atau unggas.
Daging sapi adalah penyebab terburuk. Produsen daging sapi berdampak tinggi menciptakan 105kg CO2 dan menggunakan area 370 meter persegi per 100 gram protein.
Produksi daging domba pun memiliki nilai jejak karbon tinggi, sehingga konsumsi kedua produk pangan ini perlu kita kurangi.
Penelitian dari Universitas Oxford beralih ke pola makan berbasis nabati sebagai salah satu cara terbesar yang dapat kita lakukan untuk menyusutkan jejak karbon hingga 73% dan mengurangi emisi gas rumah kaca sehingga dapat membantu memperlambat perubahan iklim.
Menerapkan pola plant based artinya juga membantu melindungi hewan, mencegah kerusakan alam, serta melestarikan habitat, dan mencegah kepunahan spesies.
Beralih ke pola makan berbasis nabati, tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan, namun juga sebagai kesadaran moral untuk menjaga bumi yang lebih baik dan berkelanjutan.