Ekonomi dan Bisnis
21 Mei, 2021 23:45 WIB
Penulis:Redaksi Starbanjar
STARBANJAR- Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan perusahaan financial technology (fintech) ilegal semakin marak. Kehadiran platform pinjaman online (pinjol) ilegal ini juga bisa membawa pengaruh buruk untuk fintech yang terdaftar resmi dan melakukan bisnis sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ketua Harian AFPI Kuseryansyah menuturkan hal ini diperparah dengan masih terbatasnya pemahaman masyarakat Indonesia dalam membedakan fintech pendanaan legal dan ilegal.
Untuk itu, Kuseryansyah menyebut masyarakat harus bisa membedakan fintech peer-to-peer (P2P) lending yang legal dan ilegal.
Ia menjelaskan beberapa ciri dari fintech ilegal, antara lain, tidak terdaftar di OJK, alamat peminjaman tidak jelas, dan sering berganti nama. Kemudian, bunga dan jangka waktu pinjaman juga tidak jelas. Selain itu, media yang digunakan oleh pinjol ilegal juga banyak, seperti Google Play, App Store, website, bahkan melalui pesan singkat (SMS) .
“Selain itu, tata cara penagihan gagal bayar pinjol ilegal juga cenderung kasar dan tidak beretika,” kata dia dalam diskusi daring dikutip dari Trenasia, partner resmi Starbanjar, Jumat 21 Mei 2021.
Untuk itu, ia mengajak masyarakat agar bijak dalam mengajukan pinjaman. Menurut Kus, ada tiga hal yang harus dipikirkan calon peminjam, yaitu dari segi sisi kebutuhan, prioritas, dan kemampuan untuk membayar pinjaman.
“Calon peminjam (borrower) harus meminjam sesuai dengan kebutuhan, bukan karena keinginan. Kemudian, sebelum meminjam, harus mempertimbangkan kemampuan untuk melunasi dengan tepat waktu,” kata dia.
Fintech lending yang terdaftar dan memiliki izin di OJK, kata Kus, akan menjalankan proses penilaian credit scoring kepada calon peminjam untuk dinyatakan layak atau tidak dalam mendapatkan pinjaman.
“Sementara, pinjol ilegal tidak begitu mengandalkan penilaian credit scoring peminjam dan langsung asal setuju saja pengajuan pinjaman dari calon peminjam. Karena, pinjol ilegal punya banyak instrumen yang bisa dilakukan seperti mengancam secara fisik atau verbal dan penyebaran data pribadi para peminjamnya,” kata Kuseryansyah.
Ketua Klaster Multiguna AFPI Rina Apriana mengatakan masyarakat yang mendapat penawaran pinjaman secara agresif juga perlu berhati-hati terhadap pinjol ilegal.
Menurut dia, pinjol ilegal akan lebih mudah memberikan pinjaman dana kepada calon debitur karena tanpa melalui proses verifikasi yang ditetapkan oleh OJK.
Ia juga menambahkan, OJK hingga kini terus melakukan upaya inisiatif untuk mengurangi fintech ilegal. Meski fintech ilegal bisa dengan mudah lahir kembali, tapi jumlahnya tetap tidak sebanyak dulu.
Data dari Satgas Waspada Investasi (SWI), sejak 2018 hingga April 2021, satgas sudah memblokir 3.193 fintech pendanaan ilegal. Dan per April 2021, SWI pun kembali menemukan 86 platform fintech P2P lending yang ilegal.
Bagikan
Ekonomi dan Bisnis
2 bulan yang lalu
Ekonomi dan Bisnis
3 bulan yang lalu
Ekonomi dan Bisnis
4 bulan yang lalu