Omnibus Law ditolak massa
Banjar Update

FRI Kalsel Tolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja karena Mempermudah Izin Investasi Minerba

  • Aksi penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja kembali digelar di Kota Banjarmasin. Kali ini, massa dari aktivis -mahasiswa memenuhi kawasan Bundaran Hotel A, Kota Banjarmasin, Kamis (16/7/2020) tadi.

Banjar Update
Ari Arung Purnama

Ari Arung Purnama

Author

STARBANJAR- Aksi penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja kembali digelar di Kota Banjarmasin. Kali ini, massa dari aktivis -mahasiswa memenuhi kawasan Bundaran Hotel A, Kota Banjarmasin, Kamis (16/7/2020) tadi.

Dari pantauan starbanjar, puluhan peserta aksi tampak memadati kawasan itu dengan pakaian serba hitam. Mereka menenteng aneka spanduk dan poster protes dengan narasi untuk menggagalkan Omnibus Law.

Massa yang mengatasnamakan kelompok sebagai Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) Kalsel ini menggelar sebagai respons agenda audiensi virtual bersama parlemen yang mereka gelar 15 Juni 2020 tadi via Zoom. Dalam pertemuan itu, mereka kecewa karena banyak yang tidak hadir.

"Banyak. Bahkan untuk kabupaten/kota ada yang tidak paham rancangan Omnibus Law itu seperti apa," ujar Ahmad Fauzi saat aksi.

Fauzi pun menegaskan pihaknya akan tetap mengawasi proses pembahasan RUU Omnibus Cipta Kerja. Apalagi, sampai saat ini, rancangan beleid ini masih mengambang di DPR-RI.

"Kalau DPRD Kalsel (secara kelembagaan) sudah menolak ya. Tapi akan tetap terus kita kawal," tambah Fauzi.

Adapun salah satu alasan utama FRI Kalsel menolak total RUU Omnibus Law Cipta Kerja adalah terkait mudahnya proses perizinan investasi mineral dan batu bara. Belum lagi, rancangan aturan memuat wacana soal potensi kegiatan operasi produksi pertambangan yang berpotensi bisa diperpanjang hingga seumur tambang itu habis.

Menurut Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, fakta tersebut jelas tidak tepat dengan kondisi daerah yang sudah terlampau dibebani izin tambang dan sawit.

"Kalsel sudah darurat ruang dan darurat bencana ekologis. Hampir 50 persen wilayah kita sudah dibebani izin tambang dan sawit. Belum lagi HTI dan HPH," ujar Kisworo.

Ketimbang mengesahkan RUU yang satu ini, Kis -sapaannya- mendesak agar pemerintah lebih memikirkan tata kelola lingkungan yang berbasis keselamatan rakyat

Ia pun mengecam proses pembahasan RUU ini yang terkesan tidak transparan. Padahal, rancangan beleid ini menurutnya ditolak oleh kelompok-kelompok yang memiliki basis massa. Seperti buruh, petani, nelayan, hingga kalangan mahasiswa. "Bikin kebijakan itu yang berbasis keselamatan rakyat," tegas Kis.