Banjar Update
30 Oktober, 2024 16:47 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA – Bagi Anda yang sering scrolling media sosial akhir-akhir ini, tentu Anda sering melihat berbagai konten yang menggunakan istilah baru yaitu ‘jam koma’ yang banyak disebut oleh Gen Z.
Di TikTok dan X, istilah ini sering muncul di berbagai konteks, namun umumnya digunakan untuk menggambarkan saat tubuh tidak lagi sinkron dengan otak akibat kelelahan. Lantas bagaimana maksudnya?
Jam koma adalah kondisi di mana seseorang mengalami penurunan fungsi mental setelah terlibat dalam berbagai aktivitas yang membutuhkan konsentrasi tinggi dan aktivitas intelektual secara terus-menerus.
Kelelahan kognitif terjadi saat sumber daya mental seseorang terkuras (overwhelmed), sehingga mereka merasa kesulitan untuk tetap fokus, berpikir dengan jelas, membuat keputusan yang tepat, atau menyelesaikan tugas dengan efektif.
Jam koma bisa dikaitkan dengan rasa lelah atau penurunan energi yang dialami seseorang. Umumnya, rasa lelah, mengantuk, lemas, atau kehilangan energi ini muncul pada waktu-waktu tertentu dalam sehari, terutama antara sore hingga malam hari.
Terkait langsung dengan kondisi fisik, jam koma mempengaruhi aktivitas dan produktivitas sehari-hari. Menurut berbagai sumber, jam koma ini bisa memengaruhi kesehatan mental generasi muda. Penyebabnya beragam, tetapi biasanya disebabkan oleh gaya hidup yang dijalani oleh banyak orang belakangan ini.
Mulai dari kelelahan akibat terlalu lama menggunakan media sosial, kurang tidur atau begadang untuk menonton, scroll TikTok, hingga perasaan harus selalu produktif setiap saat.
Tren istilah jam koma yang populer di kalangan gen Z ini juga mencerminkan tekanan hidup yang dialami oleh generasi muda. Tantangan kehidupan modern membuat mereka menginginkan waktu istirahat yang berkualitas.
Secara harfiah, istilah ini tidak mengacu pada kondisi medis tertentu, tetapi sering digunakan untuk menggambarkan saat seseorang merasa sangat lelah sementara otaknya tetap aktif, sehingga sulit untuk beristirahat.
Fenomena ini mencerminkan ketidakselarasan antara fisik yang memerlukan istirahat dan otak yang terus bekerja, yang mengakibatkan seseorang menjadi tidak fokus dan mudah melupakan hal-hal kecil.
Dikutip Medical News Today, kelelahan kognitif adalah penurunan kemampuan untuk berpikir secara efektif dan mempertahankan fokus. Sama seperti kelelahan fisik, aktivitas mental yang berkepanjangan dapat menyebabkan rasa lelah yang mempengaruhi pikiran.
Berbagai faktor, seperti stres dan kurang tidur, dapat menyebabkan kelelahan kognitif. Beberapa gejalanya termasuk mudah lupa, sering melakukan kesalahan, dan kesulitan untuk berkonsentrasi.
Orang dapat mengelola kelelahan kognitif dengan istirahat sejenak, terutama saat melakukan tugas-tugas yang banyak memeras otak yang bisa sangat melelahkan.
Berdasarkan penjelasan di atas, istilah atau tren jam koma hampir mirip dengan kelelahan kognitif, meskipun tidak bisa dikatakan bahwa keduanya sama.
Untuk menyatakan jam koma sebagai kelelahan kognitif, diperlukan diagnosis yang mendalam dan konsultasi dengan ahli yang berpengalaman dalam menangani berbagai kondisi terkait kelelahan kognitif. Namun, sebagai referensi, penting untuk mengetahui berbagai gejala kelelahan kognitif berikut:
Dilansir dari Medical News Today, menurut psikolog berlisensi David Tzall, Psy.D, gejala kelelahan kognitif dapat bervariasi. Beberapa indikatornya meliputi:
- Kesulitan dalam berkonsentrasi dan sulit tetap fokus saat melakukan tugas, membuat keputusan, dan mengikuti percakapan.
- Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan tugas yang biasanya dapat dilakukan dengan cepat.
- Sering lupa dan kesulitan mengingat informasi atau peristiwa.
- Penurunan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang kompleks atau berpikir kritis.
- Kreativitas yang terbatas.
- Lebih sering melakukan kesalahan.
Hal-hal yang sudah disebutkan di atas ini, disebabkan oleh hal-hal di bawah ini:
Tzall mencatat bahwa ada berbagai penyebab kelelahan mental, yang meliputi:
- Kelelahan dan kurang tidur.
- Stres.
- Beban mental yang berlebihan.
- Penurunan kognitif terkait usia.
- Kondisi medis tertentu seperti penyakit Alzheimer, demensia, atau cedera otak.
- Multitasking atau mencoba mengerjakan beberapa tugas sekaligus.
- Memiliki masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.
- Faktor lingkungan seperti terlalu lama di ruangan dengan pencahayaan yang rendah, kebisingan berlebihan, atau faktor lingkungan lainnya dapat mengganggu pemrosesan kognitif.
- Nutrisi yang tidak memadai akibat pola makan yang.
- Mengonsumsi obat-obatan dan zat-zat tertentu seperti alkohol dan obat berbahaya.
Konselor Marty A. Cooper, PhD, LMHC, NCC, menjelaskan proses tiga langkah berikut yang dapat membantu mengelola kelelahan kognitif.
Ketika seseorang menyadari dirinya merasa lelah, hal pertama yang harus dilakukan adalah menghentikan tugas yang sedang mereka kerjakan.
“Orang mungkin merasa enggan untuk beristirahat selama 5 atau 10 menit karena mereka khawatir hal itu akan membuat mereka terlambat dari jadwal. Namun, mengatasi kelelahan kognitif dan kembali bekerja dengan pikiran segar akan membantu meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja,” katanya.
Setelah menyadari kelelahan kognitif seringkali terjadi, seseorang harus mencari tahu faktor-faktor yang menyebabkannya. Dengan demikian, mereka dapat menghentikan aktivitas yang menjadi pemicu.
“Ini melibatkan menanyakan pada diri sendiri di mana mereka membawa ketegangan, seperti pelipis atau punggung,” kata Cooper.
Cooper menyarankan untuk mengambil tindakan langsung guna mencegah pikiran dari kelelahan kognitif. Contohnya, mematikan ponsel atau menjauh dari sumber suara bising, dan lain-lain.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 27 Oct 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 30 Okt 2024
Bagikan
Banjar Update
dalam 5 jam