Banjar Update
22 Agustus, 2024 20:24 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA - Hari ini yaitu Kamis, 22 Agustus 2024 sejumlah elemen masyarakat menggelar aksi unjuk rasa atau demonstrasi Peringatan Darurat di depan Gedung DPR RI, Jakarta, dan sejumlah kota lainnya. Demo tersebut memiliki tujuan untuk menolak pengesahan Revisi UU Pilkada. Selain itu, aksi ini juga menjadi sebuah wujud nyata gerakan Peringatan Darurat yang viral di media sosial.
Meski begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa aksi-aksi tersebut dapat diiringi dengan tindakan dari aparat seperti meluncurkan tembakan gas air mata.
Penggunaan gas air mata tampaknya sudah menjadi hal yang umum dilakukan selama beberapa terakhir. Tidak hanya di Indonesia, penggunaan gas air mata juga diterapkan oleh lembaga penegak hukum di Amerika Serikat, Hong Kong, Yunani, Brazil, Venezuela, Mesir, dan negara lainnya untuk mengendalikan kerusuhan dan membubarkan massa.
Seperti yang dilansir dari Healthline, menurut studi pada tahun 2013 yang diterbitkan oleh Journal of the Royal Army Medical Corps, menemukan bahwa komplikasi kesehatan yang signifikan secara klinis akibat gas air mata jarang terjadi. Namun, masih terdapat perdebatan mengenai penggunaannya yang dapat diterima.
Gas air mata adalah suatu kumpulan bahan kimia yang menyebabkan iritasi kulit, pernapasan, dan mata. Biasanya gas air mata disebarkan dari tabung, granat, atau semprotan bertekanan. Gas air mata pertama kali ditemukan oleh dua ilmuwan Amerika pada 1928 dan Angkatan Darat Amerika Serikat mengadopsinya untuk mengendalikan kerusuhan pada tahun 1959.
Terlepas dari namanya, gas air mata bukanlah gas. Gas air mata adalah suatu bubuk bertekanan yang mampu menciptakan kabut saat digunakan. Bentuk gas air mata yang paling umum digunakan adalah 2-chlorobenzalmalononitrile (gas CS).
Kontak dengan gas air mata menyebabkan iritasi pada sistem pernapasan, mata, dan kulit. Rasa sakit terjadi karena bahan kimia dalam gas air mata berikatan dengan salah satu dari dua reseptor rasa sakit yang disebut TRPA1 dan TRPV1.
TRPA1 merupakan suatu reseptor rasa sakit yang sama yang diikat oleh minyak dalam mustard, wasabi, dan lobak untuk memberikan sensasi rasa yang kuat. Gas CS dan CR juga 10.000 kali lebih kuat dibandingkan minyak yang ditemukan pada tanaman tersebut.
Tingkat keparahan gejala yang dapat Anda alami setelah terpapar gas air mata tergantung pada posisi Anda, apakah berada di ruang tertutup atau ruang terbuka, berapa banyak gas air mata yang digunakan, seberapa dekat posisi Anda dengan gas air mata saat dilepaskan, apakah Anda memiliki kondisi yang sudah ada sebelumnya yang mungkin dapat memburuk.
Setelah terkena gas air mata, mata bisa mengalami gejala seperti mata menjadi berair, penutupan kelopak mata yang tidak disengaja, gatal-gatal, muncul sensasi seperti terbakar, tidak dapat melihat sementaran, dan penglihatan kabur.
Sedangkan paparan gas air mata dalam jangka panjang atau paparan dalam jarak dekat dapat menyebabkan kebutaan, pendarahan, kerusakan saraf, katarak, dan erosi kornea.
Menghirup gas air mata dapat menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan, dan paru-paru. Orang yang sebelumnya sudah memiliki penyakit pernapasan juga memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gejala yang lebih parah seperti gagal napas.
Gejala pernapasan dan gastrointestinal meliputi tersedak, muncul rasa terbakar dan gatal pada hidung dan tenggorokan, kesulitan bernapas, batuk, mengeluarkan air liur, dada terasa sesak, mual, muntah, diare, dan gagal napas.
Di dalam kasus yang parah, paparan gas air mata konsentrasi tinggi atau paparan di ruang tertutup atau dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kematian.
Gas air mata yang bersentuhan dengan kulit terbuka dapat menyebabkan iritasi dan nyeri. Iritasi dapat berlangsung berhari-hari pada kasus yang parah. Gejala lainnya meliputi gatal-gatal, kemerahan, lecet, dermatitis alergi, dan luka bakar.
Menurut Physicians for Human Rights, paparan gas air mata dalam waktu lama atau berulang dapat menimbulkan gejala gangguan stres pasca trauma (PTSD).
Paparan gas air mata dapat menimbulkan peningkatan detak jantung atau tekanan darah. Bagi orang yang sudah memiliki penyakit jantung sebelumnya, hal ini dapat menyebabkan serangan jantung atau kematian. Tidak hanya itu, terkena tabung gas air mata juga dapat menimbulkan cedera traumatis.
Tidak ada obat penawar untuk gas air mata, sehingga pengobatannya tetap bergantung pada penanganan atas gejala yang dialami setiap individu. Menurut CDC, ketika Anda terpapar gas air mata, segeralah untuk menjauh dari sumber gas air mata dan mencari udara segar. Uap dari gas air mata akan mengendap di tanah, jadi sebaiknya cari tempat yang tinggi jika memungkinkan.
Anda juga sebaiknya segera melepaskan pakaian yang terkontaminasi gas air mata dan mandi dengan sabun dan air untuk menghilangkan uap dari kulit Anda. Anda dapat menjernihkan mata dari gas air mata dengan membilasnya menggunakan air hingga gas air mata benarbenar hilang.
Komplikasi gas air mata bisa bertambah buruk jika Anda semakin lama terpapar. Minimalisir jumlah waktu Anda terpapar dengan gas air mata, dengan menjauh secepat mungkin untuk meminimalisir risiko terjadinya efek samping yang lebih parah.
Anda mungkin dapat meminimalkan paparan dengan menutup mata, mulut, hidung, dan kulit sebanyak mungkin. Anda juga sebaiknya menggunakan syal atau bandana sampai menutupi hidung dan mulut untuk membantu mencegah sebagian gas memasuki saluran udara. Anda juga dapat menggunakan kacamata untuk melindungi mata Anda.
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh pada 22 Agt 2024
Bagikan