Banjar Update
08 Oktober, 2024 18:33 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA - Efek lipstik atau Lipstick Effect adalah suatu istilah yang menggambarkan fenomena ketika konsumen tetap ingin menghabiskan uang untuk hal-hal kecil yang mewah selama masa resesi, penurunan ekonomi, atau ketika mereka sendiri sedang kekurangan uang.
Mereka mungkin sebetulnya tidak mampu membeli barang mewah yang mahal, tapi mereka masih bisa mengeluarkan uang untuk membeli barang kecil yang dianggap mewah, seperti lipstik premium yang harganya sebetulnya cukup mahal.
Karena alasan itulah, perusahaan tetap bisa mendapatkan keuntungan dari strategi memanfaatkan lipstick effect ini dan cenderung tetap bertahan meski terjadi penurunan ekonomi.
Seperti yang dilansir dari Investopedia, lipstick effect adalah suatu manifestasi dari apa yang disebut oleh ekonom sebagai income effect atau efek pendapatan. Perlu diketahui bahwa para ekonom membagi permintaan konsumen untuk suatu produk menjadi dua, yaitu substitution effect (efek substitusi) yang artinya efek harga relatif terhadap barang lain, dan pendapatan konsumen yang disebut income effect.
Untuk barang-barang normal, ketika pendapatan konsumen meningkat, maka permintaan juga akan naik. Namun, untuk barang yang disebut inferior goods, peningkatan pendapatan justru akan menurunkan permintaan, begitu pula sebaliknya.
Contoh barang inferior adalah bir domestik murah. Pada lipstick effect, ketika pendapatan konsumen menurun, mereka justru akan menghindari membeli barang-barang mewah. yang mahal dan sebagai gantinya mereka justru menghabiskan pendapatan terbatas mereka untuk barang-barang mewah yang lebih kecil.
Lipstick effect inilah yang menjelaskan mengapa restoran cepat saji dan bioskop tetap ramai selama resesi. Konsumen yang kekurangan uang tetap ingin memanjakan diri dengan sesuatu yang membuat mereka melupakan masalah keuangan. Mereka menyadari bahwa mereka tidak mampu berlibur ke tempat mahal, tapi mereka dapat menyesuaikan anggaran untuk hiburan sederhana seperti menonton film.
Selain itu, juga ada teori lain di balik lipstick effect, yaitu pasar tenaga kerja jadi lebih kompetitif selama resesi ekonomi. Hal ini mungkin yang mendorong para pencari kerja untuk menghabiskan lebih banyak uang untuk barang-barang yang dapat meningkatkan daya tarik mereka, seperti kosmetik agar meraih pekerjaan atau mempertahankan pekerjaan yang ada.
Lipstik sebagai indikator kondisi ekonomi memang masuk akal. Namun, tetap ada masalah dengan indikator tersebut yaitu sulit mengakses data penjualan lipstik dan produk sejenisnya secara teratur baik dalam waktu mingguan atau bulanan.
Perlu dicatat juga bahwa jika terjadi penurunan ekonomi yang cukup parah dan pendapatan terus menurun, maka konsumen mungkin akan menghindari barang-barang kecil yang dianggap mewah. Dalam situasi tersebut, penjualan lipstik atau kopi di kafe mungkin tidak lagi menjadi indikator ekonomi yang akurat karena penjualan hampir semua barang bisa menurun pada saat yang sama.
Itu tadi penjelasan mengenai lipstick effect yang sering digunakan sebagai indikator ekonomi.
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh pada 08 Okt 2024
Bagikan
Banjar Update
6 jam yang lalu