Lampaui Jokowi, Kemenkeu Target Pertumbuhan Ekonomi Bisa Capai 8,3% pada Kuartal II-2021

24 Mei, 2021 22:18 WIB

Penulis:Redaksi Starbanjar

Proyeksi-Pertumbuhan-Ekonomi-6.jpg
Menteri Keuangan, Sri Mulyani memberikan keterangan pers terkait pertumbuhan ekonomi di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 20 Mei 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia undefined

STARBANJAR- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mematok pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 8,3% year on year (yoy) pada kuartal II-2021. Proyeksi yang diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati ini bahkan lebih tinggi dibandingkan arahan Presiden Joko Widodo, yakni sebesar 7% yoy.

“Proyeksi kami untuk kuartal-II 2021 itu 7,1% dan bisa mencapai level maksimal di 8,3%,” kata Bendahara Negara dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dikutip dari Trenasia, partner resmi Starbanjar.com, Senin, 24 Mei 2021.

Proyeksi ini, kata Sri Mulyani, mempertimbangkan kurva penyebaran virus COVID-19 yang diasumsikan semakin menurun. Selain itu, Ani, sapaan akrab Sri Mulyani, menyebut konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah menjadi dua aspek utama pendongkrak ekonomi kuartal II-2021.

Konsumsi rumah tangga diprediksi Sri Mulyani bisa tumbuh 6% hingga 6,8% yoy pada kuartal II-2021. Kontributor utama Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia ini tercatat masih terkontraksi 2,23% yoy pada kuartal I-2021.

Sementara belanja pemerintah ditargetkan tumbuh 8,1% hingga 9,7% pada kuartal II-2021. Adapun investasi yang diramal bisa tumbuh 9,4% hingga 11,1%.

Besarnya proyeksi investasi tidak lepas dari pulihnya sektor konstruksi di Indonesia. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia menyebut perbaikan konsumsi bahan baku menjadi sinyal kuat investasi, terutama di bidang konstruksi, telah pulih kembali.

“Konsumsi semen kita 8,6% yoy dan ada 48,8% dari impor kita adalah barang besi dan baja.  Barang modal juga impornya naik 11% dan ini penjualan kendaraan niaga yang leading indicator PMTB rebound 913% yoy, pemulihan di investasi sudah terasa.” ungkap Sri Mulyani.

Pesatnya pertumbuhan ekspor-impor diprediksi bakal berlanjut pada kuartal II-2021. Sri Mulyani mematok target pertumbuhan ekspor sebesar 14,9%-19,7% dan impor naik 13%-19,7%.

Target tersebut sebetulnya jauh lebih rendah dibandingkan realisasi ekspor-impor Indonesia saat ini. Pada April atau awal kuartal II-2021, ekspor Indonesia telah melesat 51,94% yoy dan membukukan surplus neraca perdagangan sebesar US$2,19 miliar.

Terlalu Tinggi?

Proyeksi terbaru dari Sri Mulyani ini lebih tinggi dibandingkan sejumlah konsensus dari beberapa lembaga. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menaruh proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 6% yoy pada kuartal II-2021.

Tidak jauh berbeda, lembaga keuangan asal Amerika Serikat Morgan Stanley meramal ekonomi Indonesia hanya tumbuh 6,3% yoy pada kuartal II-2021. Bahkan, Presiden Joko Widodo hanya optimis ekonomi Indonesia hanya tembus 7% yoy di tiga bulan kedua 2021 ini.

Belum meredanya angka pengangguran menjadi biang kerok konsensus dari sejumlah lembaga tersebut tidak berani menaruh proyeksi hingga 7% yoy pada kuartal II-2021.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, bila pengangguran tidak segera diatas, sulit bagi Indonesia mengerek konsumsi masyarakat.

“Tapi untuk meningkatkan pemulihan sampai 7% nampaknya masih overshoot atau terlalu optimistis. Masih banyak pekerjaan rumah misalnya menciptakan lapangan kerja bagi korban PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) selama tahun 2020 sekaligus bagi angkatan kerja yang baru,” ungkap Bhima kepada Trenasia.com beberapa waktu lalu.

Bhima mendorong pemerintah untuk tetap meneruskan program perlindungan sosial dari skema anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021. Dana tersebut, kata Bhima, menjadi aspek yang menopang ekonomi masyarakat lemah, termasuk korban PHK.

“Bagi kelompok pengeluaran 40% terbawah yang alami tekanan keuangan selama pandemi, pemerintah disarankan menambah alokasi dana perlindungan sosial. jangan terburu-buru pangkas belanja misalnya untuk subsidi gaji, atau pangkas alokasi bantuan tunai,” kata Bhima.