Masih Bersama, Sekelumit Cerita Pendiri Kampung Buku Banjarmasin ke-4

12 Juli, 2023 14:06 WIB

Penulis:M Rahim Arza

Editor:Ahmad Husaini

DSC09966-min.JPG

PULUHAN kawula muda berkumpul asyik di siang dan malam hari, mendengar diskusi dan menyaksikan pertunjukan musik Ugahari yang digelar oleh Kampung Buku Banjarmasin dalam merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-4 dengan tema bertajuk "BERSAMA" yang dilaksanakan selama dua hari, pada Minggu-Senin (9-10/7).

Hari itu pengurus Dewan Kesenian Banjarmasin, sekitar 15 orang berkumpul menghadiri Forum Grub Diskusi (FGD) Lanjutan Lagu Banjar oleh Sumasno Hadi (Ketua) dan Putri Yunita Permata Kumala Sari, mereka berdua merupakan dosen Sendratasik Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Dengan tema bertajuk; Penguatan Peran Dewan Kesenian Banjarmasin dalam Melestarikan Lagu Banjar.

Kemudian, sore harinya berlanjut diskusi dan pembukaan pameran bertema "Sungai dalam Seni Lukis Anak Muda Kalimantan Selatan" yang digelar oleh Reja Fahlevi, dosen Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) FKIP ULM itu turut bersama Sandi Firly, pemantik dialog yang memiliki latar belakang seorang wartawan Seni-Budaya. Kedua acara itu merupakan Program Dosen Wajib Mengabdi (PDWA) tahun 2023.

Besok harinya, pada Senin sehabis waktu isya. Malam itu, para pegiat seni, akademisi, jurnalis hingga masyarakat umum hadir mengikuti diskusi "Madam dan Jarwa; Tradisi Migrasi dan Penguatan Identitas Urang Banjar" yang digelar oleh Arif Rahman Hakim, penulis asal Banjarmasin tersebut. Kedua pemantik, yakni Dr Taufik Arbain dan Alfisyah M.Hum, adalah juga berlatar belakang sebagai akademisi ULM.

Dalam merefleksikan selama empat tahun ini, Hajriansyah selaku Owner Kampung Buku mengaku ketiga kalinya menggelar acara perayaan dalam kemasan yang sederhana, penuh diskusi bermuatan seni. Sewaktu pandemi Covid-19, dia menyebut pernah meniadakan acara hut tersebut.

Owner Kmapung Buku Banjarmasin, Hajriansyah menanggapi soal pelestarikan lagu Banjar dalam perannya Dewan Kesenian Banjarmasin.

"Senang aja, Kampung Buku masih BERSAMA selama 4 tahun ini," ucap Hajriansyah kepada Starbanjar, seusai acara.

Di kursi kayu yang kerap ia duduki itu, matanya tajam dengan suara yang cukup lugas itu menjawab bahwa dunia literasi di Banjarmasin dalam skalanya masih belum berkembang dengan baik ihwal perbukuan. Sebab, menurutnya penjualan buku masih belum maksimal di wadahnya sendiri, cuma sebagai tempat berkegiatan seni-budaya.

"Dalam perkembangannya Kampung Buku, misalnya penjualan buku sebagai barometernya belum menjadi pijakan. Tetapi, kegiatan literasi selalu dimunculkan pun sudah cukup baik," kata Hajri, Ketua Dewan Kesenian Banjarmasin, Periode 2021-2026.

Dalam hal itu, Hajri sempat mengatakan bahwa dahulu dengan 4 kios bukunya pernah ada namun perlahan, satu demi satu tak dikelola lagi oleh pemiliknya masing-masing. Sehingga, dia melihat perkembangan buku di kota berjuluk seribu sungai itu sangat sulit bertumbuh dengan baik, karena kesadaran dalam membaca dan membutuhkan karya-karya lokal maupun nasional, cuma sebagian saja tertarik untuk membelinya.

Akademisi FKIP ULM, Rija Fahlevi bersama Sandi Firly, wartawan seni-budaya itu tengah berdiskusi dalam pameran bertajuk sungai Banjarmasin di Kampung Buku.

Pria kelahiran 1976 itu mengatakan, banyaknya buku lokal yang ditulis oleh kalangan penyair, cerpenis, novelis hingga esais Kalimantan Selatan terpampang di Kampung Buku. Semua tersedia dengan rapi, yang menyajikan banyak ragam judul dengan latar persoalan yang majemuk.

Hajri menyinggung, saat acara yang kerap digelar oleh Kampung Buku pun adalah stimulus bagi orang-orang yang datang melihat, tak sekadar menyimak dan menonton pertunjukan saja. Namun, baginya syukur-syukur orang datang pun sudah dekat dikatakan dengan buku.

"Satu kesuksesan tersendiri. Kita duduk bersama buku disekitar pun sudah oke sekali ya," ungkap Hajri, tersenyum.

Walaupun, Hajri bermimpi ke depannya terus ada yang berkembang dalam dunia literasi di Banjarmasin. Sehingga, menurutnya buku-buku serta ruang diskusi dapat bertumbuh dengan baik agar membuka mata kehidupan seseorang.

"Saya berharap nantinya, adanya diskusi semakin riuh dan semarak lagi. Ramai atau pandangan-pandangannya beragam," ujarnya.

Salah satu indikator literasi yang maju, Hajri berpandangan bahwa setiap orang memiliki perspektifnya tersendiri untuk mengemukakan pendapatnya. Termasuk dengan jurnalis dengan media sebagai publikasinya, dan seniman dengan karyanya sendiri.

"Bahkan, orang yang datang pun cuma sekadar memberi pandangan singkat ihwal seni-budaya. Sudah cukup," kata dia.

Diusianya ke-4 tahun ini, Hajri mengibaratkan Kampung Buku Banjarmasin bagai seorang bayi yang masih merangkak dalam menapaki hidupnya. Sehingga, dia beralasan kenapa wadah ini bertahan karena orientasinya sejak awal tidak semata bisnis buku tetapi ruang seni.

Hajri mengaku dirinya diuntungkan karena tempat tidak bayar, serta operasional pun dapat menunjang sesuai keperluannya untuk mengembangkan Kampung Buku Banjarmasin. Hal ini, dia menyebut sebuah proyek idealisme yang besar, entah nantinya menjadi apa?

"Kalau sisi managerial, bisa dianggap managerial orang gila. Lantas, idealisme yang mempertahankan hingga sekarang," tandasnya.