Ilustasi Perang dagang AS-CHINA.jpg
Banjar Update

Membedah Kebijakan Jomplang: Perbandingan Pendekatan AS dan China dalam Mengatasi Kemiskinan

  • The Guardian menyoroti jurang kontras antara lonjakan kesejahteraan di China dan krisis kemiskinan yang memburuk di AS. Apa penyebabnya?
Banjar Update
Redaksi Daerah

Redaksi Daerah

Author

JAKARTA - Di tengah perubahan cepat dalam perekonomian global, dua negara besar dunia justru menunjukkan perbedaan mencolok dalam upaya mengentaskan atau malah terjebak semakin dalam dalam masalah kemiskinan.

Menurut laporan The Guardian pada Selasa, 25 November 2025, China berhasil mencatat peningkatan kesejahteraan yang termasuk terbesar dalam sejarah modern. Sementara itu, Amerika Serikat yang selama puluhan tahun dianggap sebagai lambang kemakmuran justru menghadapi kegagalan struktural dalam melindungi rakyatnya dari kemiskinan ekstrem.

 Perbandingan keduanya menggugah tanya, apakah kemiskinan adalah nasib, atau sekadar pilihan kebijakan?

China dan Amerika: Dua Jalan, Dua Nasib

Dikutip The Guardian, pada tahun 1990, China berdiri di atas fondasi ekonomi yang rapuh. Sekitar 943 juta warganya hidup dengan kurang dari US$ 3 per hari. Angka itu mewakili lebih dari separuh populasi dunia yang hidup dalam kemiskinan ekstrem. Desa-desa tertinggal, akses pendidikan minim, dan lapangan kerja terbatas menjadi gambaran umum saat itu.

Namun, melalui strategi pembangunan besar-besaran, investasi industri, urbanisasi terencana, serta program penanggulangan kemiskinan yang terarah, China melakukan lompatan tak terbayangkan. 

Pada tahun 2019, Bank Dunia menyatakan bahwa jumlah warga China yang hidup di bawah garis US$ 3 per hari turun menjadi nol. Dalam tiga dekade, China bukan hanya mengubah struktur ekonominya, tetapi juga mengubah nasib ratusan juta manusia.

Baca juga : Rayakan Capaian Hijau, BJA Group Dorong Kesejahteraan dengan Praktik Bebas Deforestasi

Transformasi ini bukan sekadar keajaiban ekonomi, tetapi hasil dari keputusan politik yang menetapkan pengentasan kemiskinan sebagai misi nasional.

Sementara China melonjak, Amerika Serikat, negara dengan ekonomi terbesar di dunia, justru mencatat tren sebaliknya. Lebih dari 4 juta orang Amerika kini hidup dengan kurang dari US$ 3 per hari. Angka ini telah meningkat lebih dari tiga kali lipat dalam 35 tahun terakhir.

Di balik gedung-gedung pencakar langit New York dan pusat teknologi Silicon Valley, bayang-bayang kemiskinan ekstrem kian nyata. Tenda-tenda tunawisma bermunculan di kota besar, dapur umum tak pernah sepi, dan jutaan keluarga hidup dari pinjaman, upah rendah, dan sistem kesehatan yang tak terjangkau.

Ironi ini muncul di tengah ekonomi yang luar biasa produktif, teknologi yang berkembang pesat, dan kekayaan nasional yang berlimpah.

Ketimpangan Semakin Menganga

Salah satu akar persoalan adalah ketimpangan pendapatan yang terus melebar. Pada tahun 1980, pendapatan median masyarakat Amerika masih setara 52,5% dari pendapatan kelompok kaya di persentil ke-90. Namun pada 2023, proporsi ini menyusut menjadi 42,5%.

Sementara itu, 10% kelompok termiskin hanya menerima 1,8% dari total pendapatan nasional, sebuah gambaran yang lebih serupa negara berkembang daripada negara maju.

Perubahan ini menunjukkan satu hal penting, pertumbuhan ekonomi Amerika tidak lagi mengalir rata, melainkan terkonsentrasi pada kelompok elite.

The Guardian menegaskan bahwa kemiskinan ekstrem di AS bukan semata akibat pasar atau teknologi. Ketimpangan ini disebut sebagai “fitur sistem”, produk dari kebijakan publik yang secara sadar tidak memprioritaskan pemerataan.

Baca juga : Gunung Berapi di Ethiopia Meletus Setelah Tidur 12.000 Tahun, Ilmuwan Bingung

Pemotongan program kesejahteraan, bantuan sosial yang semakin minim, serta ketergantungan pada mekanisme pasar membuat kelompok berpenghasilan rendah semakin rentan. Di sisi lain, kebijakan pajak dan regulasi investasi lebih menguntungkan mereka yang sudah kaya.

Berbeda dengan China yang mengarahkan kekuatan negara untuk memerangi kemiskinan, Amerika justru membiarkan pasar menentukan nasib jutaan warganya.

Kontras antara China dan AS menciptakan cermin reflektif bagi dunia. China menunjukkan bahwa kemiskinan dapat dihapus jika negara memilih untuk melakukannya. 

AS, sebaliknya, membuktikan bahwa kemiskinan dapat melebar meski negara tersebut memiliki sumber daya besar, jika kebijakannya tidak diarahkan ke sana.

Di tengah perdebatan panjang tentang model ekonomi terbaik, cerita dua negara ini mengingatkan satu hal sederhana namun mendalam, kemiskinan bukanlah takdir, melainkan hasil dari keputusan politik.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 26 Nov 2025 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 26 Nov 2025