Banjar Update
28 Juni, 2024 13:30 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA - Sejumlah bank di Indonesia kini diketahui memperkecil porsi pendanaan mereka kepada perusahaan fintech. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), porsi pendanaan perbankan kepada fintech tergolong rendah, hanya sekitar 4-5%.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, penurunan atau peningkatan kredit perbankan kepada fintech tidak memberikan dampak signifikan pada kinerja perbankan secara keseluruhan.
Penyesuaian porsi pendanaan dilakukan berdasarkan permintaan kredit dari golongan debitur, dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti prioritas penyaluran kredit bank, risiko debitur, serta potensi keuntungan.
Kredit yang disalurkan bank kepada Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) biasanya menggunakan skema executing.
“Sehingga risiko akibat kegagalan pembayaran oleh debitur akhir menjadi tanggungan pihak LKNB, dan risiko bank ada pada kemampuan membayar LKNB,” papar Dian melalui jawaban tertulis, dikutip Jumat, 28 Juni 2024.
Meski demikian, bank tetap melakukan evaluasi berkala terhadap porsi pendanaan yang diberikan kepada setiap golongan debitur, termasuk fintech.
Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa pendanaan tersebut memberikan manfaat maksimal bagi perbankan dan tetap dalam koridor risiko yang dapat diterima.
Secara keseluruhan, keputusan bank untuk memperkecil porsi pendanaan ke fintech merupakan bagian dari strategi pengelolaan risiko yang lebih berhati-hati di tengah dinamika pasar keuangan saat ini.
Baca Juga: Mengupas Bank Digital (Part 4): Risiko Channeling ke Fintech Lending
Dian mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk mengambil tindakan tegas apabila suatu bank memiliki konsentrasi eksposur channeling yang tinggi, namun tidak bersifat prudent.
Oleh karena itulah OJK secara proaktif mengawasi tren di industri Fintech P2P Lending, terutama terkait dengan pembiayaan melalui skema channeling bank.
“Tindakan tegas akan diambil terhadap bank yang memiliki konsentrasi eksposur bisnis fintech yang tinggi namun tidak prudent antara lain penghentian kerjasama dan aktivitas bank terkait serta meminta dilakukannya evaluasi terhadap bisnis proses dimaksud,” kata Dian melalui jawaban tertulis beberapa waktu lalu.
Untuk diketahui, skema channeling dari bank ke Fintech Lending tentunya mengandung risiko, terutama terkait dengan gagal bayar.
Beberapa fintech telah mengalami kesulitan dan bank, terutama bank digital, yang menjadi lenderfintech melalui skema channelling. Oleh karena itulah OJK terus mengawasi secara ketat tren penyaluran kredit via channeling ini.
Fokus utama pengawasan ini adalah pada analisis risiko dan evaluasi eksposur bank, dengan tujuan memastikan praktik manajemen risiko yang baik dan kecukupan pencadangan.
Hal ini menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa bank memiliki kontrol dan strategi yang tepat untuk mengelola risiko yang terkait dengan keterlibatannya dalam pembiayaan fintech.
Sebagai langkah preventif, OJK mendorong bank untuk terus melakukan diversifikasi dan peningkatan kualitas portofolio kredit mereka.
Diversifikasi portofolio menjadi strategi yang efektif dalam mengurangi risiko konsentrasi pada satu sektor, termasuk fintech. Dengan demikian, bank dapat lebih tangguh menghadapi potensi risiko gagal bayar yang mungkin muncul dari industri fintech.
Dian menyebutkan bahwa pihaknya mendorong bank untuk meningkatkan transparansi dan komunikasi dengan nasabah serta pihak terkait lainnya.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 28 Jun 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 28 Jun 2024
Bagikan