Banjar Update
22 Oktober, 2024 11:15 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA - Indonesia memang telah lama dikenal sebagai negara agraris. Seperti yang Anda ketahui, sebagian besar masyarakatnya bekerja di sektor pertanian. Meski Indonesia memiliki potensi besar di sektor ini, penggunaan pupuk kimia masih menjadi pilihan utama bagi banyak petani.
Alasannya sederhana, pupuk kimia mudah ditemukan dan ketersediaannya cukup melimpah. Namun, di balik kemudahan tersebut, pupuk kimia menyimpan ancaman yang serius terhadap lingkungan, kesehatan manusia, dan keberlanjutan pertanian itu sendiri.
Tanah adalah fondasi utama bagi pertanian, penggunaan pupuk kimia secara terus-menerus dapat merusak ekosistem tanah yang seimbang. Pupuk kimia sering kali mengandung garam dalam jumlah tinggi, yang jika terakumulasi di tanah, dapat menurunkan kesuburan lahan.
Penumpukan garam ini menyebabkan struktur tanah terdegradasi, mengurangi porositas tanah, dan membuat tanah semakin sulit menyerap air dan udara. Akibatnya, pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan kualitas hasil panen menurun.
Lebih dari itu, pupuk kimia juga berpotensi membunuh mikroorganisme penting dalam tanah. Mikroorganisme ini berperan dalam pembusukan bahan organik, yang sangat dibutuhkan oleh tanaman.
Jika populasi mikroorganisme ini menurun, siklus nutrisi tanah terganggu, dan tanah kehilangan kemampuan alami untuk menjaga keseimbangan unsur hara.
Salah satu dampak lingkungan yang paling signifikan dari penggunaan pupuk kimia adalah pencemaran air. Pupuk kimia yang terbawa oleh air hujan ke aliran sungai atau danau dapat menyebabkan pencemaran air yang dikenal sebagai eutrofikasi.
Kondisi ini terjadi ketika nutrisi dari pupuk, seperti nitrogen dan fosfor, masuk ke dalam perairan dan memicu pertumbuhan alga secara berlebihan.
Ledakan alga ini menurunkan kadar oksigen di air, yang akhirnya mengancam kehidupan hewan air. Tanpa oksigen yang cukup, ikan dan organisme air lainnya dapat mati dalam jumlah besar, mengganggu keseimbangan ekosistem perairan.
Selain itu, air yang tercemar nutrisi pupuk kimia berbahaya ini juga bisa dikonsumsi oleh manusia dan hewan ternak, menyebabkan keracunan dan penyakit.
Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan juga bisa merusak tanaman secara langsung. Pupuk kimia bekerja dengan cepat, tetapi jika dosisnya tidak terkontrol, akar tanaman bisa mengalami "overheat". Hal ini terjadi karena reaksi kimia yang terjadi di tanah terlalu kuat bagi akar tanaman untuk menanganinya. Dampaknya, tanaman bisa mengalami kerdil, layu, bahkan mati.
Keseimbangan pertumbuhan tanaman menjadi terganggu, dan petani sering kali dihadapkan pada hasil panen yang tidak optimal. Jika tanaman yang diharapkan tumbuh subur malah kerdil atau mati, maka hal ini bisa berdampak serius pada ekonomi petani itu sendiri.
Selain berdampak buruk bagi lingkungan, pupuk kimia juga dapat membahayakan kesehatan manusia. Salah satu ancaman kesehatan yang paling serius adalah keracunan nitrogen. Nitrogen dalam pupuk kimia, jika masuk ke dalam tubuh manusia dalam jumlah besar, dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, termasuk kerusakan DNA.
Kerusakan DNA, tidak hanya menimbulkan risiko penyakit kronis seperti Alzheimer, tetapi juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan lainnya dalam jangka panjang. Tak hanya itu, menyentuh pupuk kimia dalam jumlah besar juga bisa menyebabkan luka bakar serius pada kulit.
Hal ini sangat berbahaya, terutama bagi anak-anak yang mungkin tanpa sengaja bersentuhan atau mengonsumsi pupuk tanaman yang disimpan di rumah. Di tengah semua ancaman yang ditimbulkan oleh pupuk kimia, kini semakin banyak pihak yang menyarankan penggunaan pupuk organik sebagai alternatif.
Pupuk organik, yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti kompos dan kotoran hewan, memiliki manfaat yang lebih ramah lingkungan. Pupuk organik tidak hanya menyuburkan tanah secara alami, tetapi juga mendukung keberlanjutan ekosistem mikroba dalam tanah.
Meski ketersediaan dan produksi pupuk organik di Indonesia masih menjadi tantangan, keberlanjutan pertanian dan kelestarian lingkungan seharusnya menjadi prioritas.
Dengan beralih ke metode pertanian yang lebih ramah lingkungan, Indonesia dapat tetap menjaga statusnya sebagai negara agraris yang kuat, sekaligus melindungi sumber daya alam dan kesehatan masyarakat.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 21 Oct 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 22 Okt 2024
Bagikan