
Mengunjungi Pasar Pal Tujuh, Kala Hewan Peliharaan hingga Satwa Eksotis Diperjualbelikan
Bisnis jual beli hewan peliharaan dan satwa eksotis di Kalimantan Selatan tak ada matinya. Di Pasar Pal 7, Kecamatan Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar, misalnya, usaha ini eksis diramaikan warga setiap pekan. Tepatnya, tiap hari Minggu pagi.
WISATA & KULINER
STARBANJAR- Bisnis jual beli hewan peliharaan dan satwa eksotis di Kalimantan Selatan tak ada matinya. Di Pasar Pal 7, Kecamatan Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar, misalnya, usaha ini eksis diramaikan warga setiap pekan. Tepatnya, tiap hari Minggu pagi.
Saat dikunjungi tim Starbanjar, pada Minggu (30/8/2020) tadi, tampak hewan yang dijual tidak terbatas pada hewan domestik seperti burung, hamster, kelinci, dan lainnya. Namun juga hewan eksotis laiknya ular, kadal, dan satwa-satwa liar lain.
Salah seorang pedagang satwa di Pasar Pal 7, Fendi (nama samaran) menjual hewan-ewan eksotik tersebut. Tak cuma menjual ular dan kadal, dia bersama ibunya juga berdagang hewan liar seperti monyet, bayi musang, hingga berang-berang. Ketika ditanya dari mana mereka mendapat satwa liar seperti, ia bercerita membelinya dari orang lain.
"Kami dapat hewan-hewan ini dari pemasok, bukan hasil buruan sendiri," tutur Fendi.
Untuk satwa liar seperti berang-berang sendiri, dia mematok harga di angka Rp1.200.000 untuk satu ekornya. Sedangkan untuk bayi musang dan monyet, satu ekornya dihargai Rp400.000.
Di sisi lain, pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalsel cuma mengingatkan bahwa memperjualbelikan hewan liar harus memiliki izin.
"Kalau, diperjualbelikan dalam jumlah besar, penjual itu harus memiliki surat izin dari pemerintah," ungkap petugas BKSDA Kalsel, Jarot kepada Starbanjar.
Jarot juga mengingatkan bahwa memelihara hewan liar itu sebenarnya sah asal berasal dari hasil penangkaran resmi bukan dari hasil
buruan.
Masih menurut Jarot, hewan liar yang diperjualbelikan itu tidak boleh hewan dengan status dilindungi. Ia mengatakan hal tersebut didasari pada Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Pada Pasal 21 ayat 2, disebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati.
"Ancaman pidana bagi yang melanggar hal ini adalah pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)," ucap Jarot.
Sementara itu, seorang dokter hewan asal Kota Banjarbaru, Akbar Susanto mengingatkan bagi para orang yang ingin memelihara satwa liar agar mengurungkan niat mereka. Selain karena sifat aslinya yang liar, Akbar berpendapat bahwa hal tersebut dapat merusak keseimbangan ekosistem alam.
"Saya selalu berikan edukasi terhadap pemilik satwa liar agar sebaiknya melepas hewan mereka. Hal itu perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian stwa tersebut serta keseimbangan ekosistem di alam bebas," tegasnya.