Banjar Today

Narasi Perempuan Gelar Nobar Film Perempuan Tanpa Vagina, Dua Sosok Transpuan Bercerita Lika-Likunya

  • STARBANJAR - Narasi Perempuan bekerjasama dengan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Kalimantan Selatan menggelar acara Screening dan Diskusi
Banjar Today
M Rahim Arza

M Rahim Arza

Author

STARBANJAR - Narasi Perempuan bekerjasama dengan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Kalimantan Selatan menggelar acara Screening dan Diskusi Film: Perempuan Tanpa Vagina di Aula PKBI, Kota Banjarmasin, Jum'at (30/9/2022) siang.

"Kami memiliki visi untuk mengarusutamakan gender di dunia kampus, sehingga nantinya dapat mencapai kesetaraan dan menghapuskan diskriminasi berbasis gender baik di lingkup universitas khususnya, maupun di lingkup Banjarmasin pada umumnya," ucap Rizki Anggarini Santika Febriani, salah satu pelopor Narasi Perempuan itu.

Kegiatan ini, kata Rizki Anggarini atau disapa Kiky itu menyebut ada dua narasumber yakni Merlyn Sopjan, aktivis transgender Indonesia dan pemeran utama Perempuan Tanpa Vagina. Kedua yakni Ling Ling, CO Program Inklusi PKBI Daerah Kalimantan Selatan.

Dialog transpuan dengan sejumlah peserta nobar film Perempuan Tanpa Vagina.

"Kegiatan Screening dan Diskusi Film hari ini diselenggarakan yang sebentar lagi kita akan merayakan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKTP)," ucap Kiky.

Selain itu, Kiky juga memandang sebagai momentum untuk menyediakan ruang-ruang dialog, serta interaksi antara anak muda dan komunitas waria di Banjarmasin. Dengan demikian harapannya ke depan stigma buruk, bahkan diskriminasi pada kelompok transpuan di Banjarmasin juga berkurang," ujarnya.

Kiky melihat kurangnya ruang dialog antara transpuan (waria) dengan masyarakat Banjarmasin belum tumbuh dengan baik, sehingga komunitas Narasi Perempuan terus melakukan pendekatan itu lewat forum-forum kecil tersebut.

"Saya pikir kenapa stigma dan diskriminasi pada kelompok waria ini terus hadir ya. Karena belum banyak interaksi langsung yang sifatnya positif antara kelompok transpuan dan masyarakat di Banjarmasin."

Kiky menyadari stigma buruk di luar sana sangat kuat melekat terhadap kaum transpuan, tentunya menjadi problem ketika hendak melakukan aktivitas sosialnya, seperti bekerja, berteman dan sebagainya. "Kehadiran Mbak Merlyn juga bisa memperlihatkan role model kelompok transpuan yang positif, sehingga ketika berpikir mengenai transpuan itu konotasinya tidak harus selalu negatif," tegas Kiky.

Dalam sesi diskusi, aktivis transgender Indonesia Merlyn Sopjan menceritakan bahwa film dokumenter tentang dirinya merupakan perjalanan karir dan hidupnya selama ini. Dia mengalami tekanan sosial yang luar biasa, bahkan membuat dirinya nyaris bunuh diri namun tertolong karena Tuhan masih sayang dengannya.

"Gak ada cobaan ini membuat kita nangis mulu yang diratapi. Tetapi ada sesuatu makna yang terkandung dalam masalah itu," ucap Merlyn.

Transpuan: Merlyn, Ling Ling dam Madona.

Merlyn ingin coba berbagi cerita kepada siapa saja, bahwa dirinya telah melewati banyak proses itu. Sehingga, dia menyebut ketika masalah itu datang maka pasti ada jalan keluarnya. "Asal mau berusaha, gagal coba lagi. Jangan berhenti melakukan sesuatu yang menurut kita baik," ujarnya.

Menurut Merlyn, cobaan itu hadir karena Tuhan ingin mengasih sesuatu yang besar ke makhluknya. Termasuk dirinya yang pernah ditempa masa lalu, sehingga perjuangannya itu membuat sosoknya dikenal saat ini.

"Dulu itu saya mendapati pandangan buruk itu. Ketika dijauhi, dimusuhi bahkan untuk berkomunikasi dengan saya pun enggan rasanya dilakukan orang. Namun, saya percaya, ada sesuatu yang besar nantinya," tutur pemenang Putri Kecantikan Waria Indonesia 2006 itu.

Merlyn memiliki pandangan bahwa manusia itu sama, hanya saja berbeda ekspresi gendernya. "Saya ini perempuan, jiwa saya adalah perempuan. Saya juga gak mau seperti ini, tetapi nyatanya Tuhan mengasih jiwa saya perempuan. Dan Tuhan menakdirkan saya seperti ini, bukan kemauan saya," jelas dia.

Hal itu, Merlyn menyadari Tuhan menciptakan dirinya sebagai perempuan non biologis, bukan lantaran kemaunnya. Tetapi, dia melihat kebesaran Tuhan terhadap ciptaannya itu sungguh luar biasa, yaitu memiliki keunikan dalam seni hidup.

"Saya dengan Ling Ling, berbeda tampilan fisik. Dia maskulin, saya berperawakkan perempuan. Itu pilihan saja, tetapi kami sama yaitu waria sebagai perempuan non biologis," ungkap Merlyn.

Senada dengan Merlyn, Ling Ling merupakan transpuan asal Banjarmasin itu mengaku sama yang pernah dialaminya. Dia mengalami kebingungan atas dirinya, bahkan bertanya bahwa kenapa ditakdirkan seperti ini?

"Kok saya seperti ini, sempat menangis. Oh, Tuhan kenapa aku begini? Sama halnya dirasakan Mbak Merlyn itu," ungkap dia.

Ling Ling kerap memaksakan dirinya seperti laki-laki, namun selalu gagal dilakukannya. Di dalam dirinya, dia mengaku ada sisi perempuan itulah maka dirinya menjadi sekarang. "Pernah mencoba pacaran dengan perempuan, tapi gak bisa. Saya gak bisa jatuh cinta ke dia, malah gak baik jadinya," ujar dia.

Sebagai transgender, Ling Ling tetap berperawakan layaknya laki-laki karena keinginan keluarga. Namun itulah, dia mengaku orangtuanya kini mulai menerima dan menyadari sosoknya sebagai perempuan non biologis, sehingga membuat kekuatan dalam hidupnya menjadi bertambah dan yakin kembali berdiri.

"Hanya satu sebenarnya, penerimaan dari orangtua itu sulit. Kita perlu itu saja, maka cukup," tandasnya.