Banjar Today

Peringati Hari Pangan Sedunia, Masyarakat Sipil Kalsel Sebut Krisis Iklim Sebabkan Daulat Pangan Terancam

  • STARBANJAR - Peringatan Hari Pangan Sedunia, elemen masyarakat sipil aktivis lingkungan dari Walhi Kalsel, Lingkar Studi Ilmu Sosial Kerakyatan (LSISK), Sahabat Walhi, Lingkar Hijau Indonesia, Mapala Graminea, dan Mapala Apache, mahasiswa, gerakan kolektif serta beberapa masyarakat menghelat aksi damai di Bundaran Simpang Empat Banjarbaru, Minggu (16/10/2022).
Banjar Today
Ahmad Husaini

Ahmad Husaini

Author

STARBANJAR - Peringatan Hari Pangan Sedunia, elemen masyarakat sipil aktivis lingkungan dari Walhi Kalsel, Lingkar Studi Ilmu Sosial Kerakyatan (LSISK), Sahabat Walhi, Lingkar Hijau Indonesia, Mapala Graminea, dan Mapala Apache, mahasiswa, gerakan kolektif serta beberapa masyarakat menghelat aksi damai di Bundaran Simpang Empat Banjarbaru, Minggu (16/10/2022).

Koordinasi Lapangan Pujiono berkata Kalimantan Selatan sebagai salah satu kandidat paru–paru dunia sedang mengalami krisis. 

"Salah satu krisis yang disebabkan oleh aktivitas industri ekstraktif dan bermuara pada perubahan iklim global. Ini yang menjadi ancaman besar terhadap para petani dan nelayan kecil yang senantiasa menyediakan pangan kepada kita semua," ujar Pujiono dalam siaran pers yang diterima.

Dia menuturkan momen hari pangan sedunia ini jelas penting karena bukan hanya sekedar seremonial tetapi bentuk keprihatinan pada nasib pangan yang kian hari terhimpit industri pertambangan dan perkebunan monokultur besar seperti sawit.

Elemen masyarakat sipil dan aktivis lingkungan menilai kebijakan pangan di Kalsel seperti dikesampingkan, terlebih lagi dengan alasan iklim investasi. 

"Padahal secara umum Kalsel punya catatan buruk, salah satunya tingkat stunting di Kalsel yang cukup tinggi di tengah eksploitasi besar-besaran tambang batu bara dan sawit," ujar Pujiono.

Seharusnya jika kesejahteraan itu dapat diukur dengan eksploitasi sumber daya alam, Kalsel menjadi urutan pertama yang rendah stunting. Tapi itu tidak terbukti dengan banyaknya riset dan kajian soal stunting.

Kebijakan terkait pertanian, Pujiono bilang belum jelas secara kewilayahannya atau posisi lahan pertanian yang sampai sekarang tidak jelas di mana lokasi lahan pertanian berkelanjutan, berbanding terbalik dengan ekspansi wilayah pertambangan batu bara dan sawit yang menyandera lebih dari 50 persen wilayah Kalsel yang total luasnya 3,7 juta hektar. 

"Indonesia dan Kalsel harusnya menjadi potret kedaulatan pangan, artinya semakin sedikit kita impor semakin tinggi juga daya produksi pangan kita. Selain itu juga, kebutuhan pokok masyarakat terkait gizi akan selalu terpenuhi tanpa ada rasa takut akan dampak stunting," tambah Wira Surya Wibawa salah satu peserta aksi.

Dia menyebut pangan merupakan hidup matinya suatu bangsa, oleh karena itu pihaknya mendesak harus ada aksi konkrit untuk menyelamatkan lahan untuk pangan.

"Kami mendesak Pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik pertanian dan perkebunan warga dengan perusahaan perusak lingkungan yang menyebabkan rusaknya lahan kelola rakyat," tegas Wira.

Pihaknya juga mendorong pemerintah untuk menurunkan harga pupuk dan segala macam obat baik pertanian maupun perkebunan serta memberikan akses yang mudah kepada petani.

Dia menegaskan gubernur Kalimantan Selatan harus membuat regulasi yang jelas mengatur harga jual bahan pangan hasil dari perkebunan dan pertanian yang berpihak kepada para petani.

Wira berharap pemerintah untuk melakukan perbaikan dan pemulihan kepada para petani yang lahannya terdampak bencana alam ataupun bencana yang dibuat oleh perusahaan perusak lingkungan.

"Mabes Polri dan Kapolda Kalsel harus segera melakukan penegakan hukum terhadap perusak lingkungan, khususnya pertambangan dan perkebunan sawit, dan kejahatan lingkungan yang menimbulkan kerusakan pada lahan masyarakat," kata Wira.

Pihaknya juga mendesak pemerintah untuk berkomitmen dan melaksanakan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas bahan pangan.

Salah satunya pemerintah harus menghentikan izin baru pada korporat perusak lingkungan, izin seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan yang berakibat pada kelangkaan bahan pangan.

"Harus Perbaikan dan pemulihan kerusakan lingkungan termasuk sungai, drainase, jalan dan infrastruktur lainnya dan terkhusus lahan-lahan persawahan yang rusak akibat banjir," ucap Wira.

"Mesti ada evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk pro terhadap lingkungan dan kedaulatan pangan," imbuhnya.