WISATA & KULINER
29 Maret, 2020 02:09 WIB
Penulis:Putri Nadya Oktariana
Lajunya perkembangan zaman membuat eksistensi rumah banjar semakin terbelakang. Tak sedikit dari para penghuninya mulai meninggalkan hunian tradisional warga Kalimantan Selatan era tempo dulu itu.
Sebagai contoh, di kawasan Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara. Kondisi deretan rumah-rumah tradisional yang ada di wilayah itu memprihatinkan. Sebagian berpenghuni, sebagian lagi ditinggal oleh pemiliknya.
Dari pantauan starbanjar, sebagian kondisi fisik hunian tradisional tersebut bahkan sudah compang-camping. Dari bagian atap, lantai, hingga dinding. Pada sejumlah pekarangan, rumah, juga mulai ditumbuhi tanaman-tanaman liar.
Menurut penuturan salah satu warga Sungai Jingah yang juga menghuni rumah Banjar, Hamdi, kondisi ini sudah berlangsung sejak lama. Para penghuni asli hunian itu banyak yang sudah meninggal dan keturunannya memilih menetap di hunian lebih modern.
"Pemilik aslinya kebanyakan telah meninggal dunia dan ini mengakibatkan keturunannya tidak terlalu mengurus rumah banjar tersebut dan alhasil rumah banjar tersebut ditinggalkan. Banyaknya rumah banjar yang tidak terawat mengakibatkan kerusakan tambah parah," ujarnya.
Padahal, jika ditilik sejarahnya, kawasan ini dulunya dikenal sebagai kampung tua bernilai sejarah Kota Banjarmasin. Sejarawan dari Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (LKS2B) Kalimantan, Mansyur, bahkan mencatat dulunya daerah ini dikenal kampungnya para saudagar Kota Banjarmasin.
"Pada kawasan ini dahulunya berdomisili beberapa saudagar kaya. Satu di antaranya H. Muhammad Said Nafis. Rumah sang saudagar ini di Sungai Jingah berada dekat Kubah Surgi Mufti. Tepatnyadi arah sisi barat kubah tersebut. Namun sayangnya, satu di antara rumahnya berarsitektur Eropa sudah dirobohkan ahli warisnya," ujar Mansyur.
Selain saudagar H Muhammad Said Nafis, juga terdapat rumah megah bertipe Bangun Gudang di Sungai Jingah, milik H.A. Gani Kamar atau Haji Abdul Gani Kamar. Dia merupakan seorang saudagar dengan matapencaharian sebagai pedagang antar pulau. Gani berdagang tembakau dan Bawang dari Bima dan Surabaya.
Selain itu, terdapat pengusaha lain yang terkenal berasal dari Sungai Jingah yakni Hadji Koetoei atau Haji Kutui. Beliau memiliki usaha yakni dok tempat pembuatan kapal di wilayah Sungai Jingah. Dok tempat pembuatan kapal sungai telah lama menjadi tradisi masyarakat di Kota Banjarmasin.
Ditinjau dari kurun waktu pembangunan rumah-rumah yang ada di kawasan ini dibangun sekitar awal hingga pertengahan Abad 19. Bangunan arsitektur rumah panggung dengan bahan bangunan didominasi kayu ulin. Lalu lintas jalur sungai dan pelayaran antar daerah hingga saat ini masih bisa dilakukan, hanya saja perahu tertentu karena konstruksi ketinggian jembatan yang kadang kurang mendukung/terlalu rendah sehingga menghalangi lalu lintas perahu besar yang melintas khususnya di saat air sungai pasang.
Kampung Sungai Jingah, tertulis dalam register Pemerintah Hindia Belanda tentang kampung-kampung yang terletak di sepanjang Sungai Martapura ke Sungai Barito. Khususnya di wilayah Bandjermasin en Ommelanden. Pendataan ini dilakukan .G. Stemler pada akhir bulan Desember 1886 dan dibukukan dalam buku Jaarboek van het mijnwezen in Nederlandsch Oost-Indie, volume 22, tahun 1893.7
Nama Kampung SungaiJingah ditulis dengan Soengei Djingga. Kemudian dalam laporan South Coast Of Kalimantan From Tanjung Puting To Selat Laut, Sailing Directions for Celebes, Southeast Borneo, Java (except from Java Head to Batavia), and Islands East of Java yang dirilis Hydrographic Office, 1935, juga memberikan beberapa informasi tentang Sungai Jingah.
Peneliti sejarah dari Balitbanda Kalsel, Wajidi Amberi, mencatat Kampung Sungai Jingah awalnya sangat luas. Wilayahnya membentang dari Kampung Teluk Masjid (bekas lokasi Masjid Jami) hingga Kampung Kenanga (lokasi Museum Wasaka sekarang).
Karenanya, kampung-kampung yang ada sekarang, seperti kampung Teluk Masjid, Teluk Kubur, Kubah Surgi Mufti, hingga Kampung Kenanga secara administratif berada di kawasan Jingah. Dalam perkembangannya, penyebutan wilayah Sungai Jingah mulai menyempit.
Wilayah kampung ini hanya mencakup kawasan kampung di sepanjang jalan Sungai Jingah. Apalagi kawasan Jalan Sungai Jingah kini juga terbagi atas dua kelurahan yakni Kelurahan Sungai Jingah dan Kelurahan Surgi Mufti. Kampung Sungai Jingah yang menjadi bagian dari Kelurahan Surgi Mufti disebut Kampung Surgi Mufti.
Bagikan