Bagikan:
STARBANJAR - Masyarakat di seluruh dunia hendak memasuki pergantian tahun dari 2023 menuju 2024. Pergantian tahun tersebut didasarkan pada sistem penanggalan masehi. Adapun penanggalan atau kalender diciptakan dan digunakan oleh manusia untuk menandai pergantian waktu.
Terdapat berbagai patokan yang dijadikan dasar dalam perhitungan tanggalan mulai dari gerak matahari atau gerak bulan. Penanggalan yang digunakan di Indonesia secara umum adalah sistem kalender masehi.
Meski begitu, terdapat sistem lain yang juga dipakai oleh sebagian masyarakat Indonesia terutama untuk menghitung jatuhnya hari raya suatu agama. Berikut Trenasia akan merangkum 6 jenis penanggalan yang berlaku dan digunakan di Indonesia.
Penanggalan atau tahun masehi merupakan yang umum dan dipakai oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia dalam berkegiatan sehari-hari. Tidak hanya Indonesia, seluruh dunia mempergunakan kalender ini. Perhitungan kalender masehi dimulai saat kelahiran Yesus dari Nazaret.
Kalender ini memiliki 12 bulan dalam setahunnya dan tujuh hari dalam setiap pekan. Tanggalan ini didasarkan pada pergerakan bumi mengelilingi matahari dalam setiap periode putarannya. Butuh waktu sekitar 365,25 hari bagi bumi untuk berevolusi mengelilingi matahari.
Hal itulah yang kemudian dijadikan patokan penghitungan kalender masehi. Terdapat hal unik dalam kalender masehi di mana ada tahun kabisat yang tiba tiap empat tahun sekali. Tahun tersebut memiliki 366 hari, lebih banyak dari tahun biasa yang 365 hari tiap tahunnya.
Penanggalan kedua yang biasa digunakan di Indonesia khusunya oleh umat Islam adalah kalender hijriah. Perhitungan kalender hijriah dimulai dari peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah. Peristwa itu terjadi pada tahun 622 masehi dan kemudian ditetapkan sebagai awal perhitungan kalender hijriah.
Perhitungan kalender ini ditetapkan berdasarkan revolusi bulan mengeliling bumi selama 29,5 hari untuk tiap periodenya. Kalender Hijriah memiliki 12 bulan dimana tiap bulannya memiliki hari yang selang seling antara 29 dan 30 hari.
Total setahun dalam penanggal hijriah adalah sebanyak 354 hari. Pada penanggalan ini, awal hari dihitung sejak matahari terbit tidak seperti kalender masehi yang dihitung pada pukul 00.00 dinihari.
Penanggalan Jawa menjadi salah satu perhitungan hari yang masih digunakan oleh sebagian masyarakat khususnya Suku Jawa dalam menghitung waktu ataupun mencari hari yang baik dalam membuat Keputusan. Penanggalan ini merupakan warisan budaya leluhur bangsa yang tetap bertahan di era modern saat ini.
Penanggalan Jawa dipengaruhi oleh berbagai unsur seperti unsur Islam, unsur Hindu-Budha, unsur penanggalan masehi serta unsur Budaya Jawa itu sendiri. Sultan Agung Hanyokrokusumo menjadi pencetus penanggalan ini pada masa pemerintahannya di Kesultanan Mataram Islam. Kerajaan ini berserta pecahannya di kemudian hari menjadi penyebar penanggalan kalender Jawa.
Umumnya penanggalan Jawa digunakan untuk menentukan hari-hari penting seperti waktu yang baik untuk melakukan pernikahan, menaman tanaman atau padi, membangun rumah, dan hal-hal lainnya yang perlu dicarikan hari baik untuk memulainya.
Penanggalan saka mulanya berasal dari India yang merupakan perpaduan dari penanggalan Matahari dan Bulan. Penanggalan kalender saka dimulai sejak tahun 78 masehi.
Masyarakat Islam di wilayah barat Indonesia pada mulanya juga mempergunakan kalender ini. Kalender ini juga mengalami modifikasi oleh suku bangsa yang mendiami Indonesia.
Suku Jawa memodifikasi kalender ini menjadi perpaduan antara kalender hijriah dengan kalender saka. Adapun Suku Bali memodifikasi kalender ini dengan memadukannya dimana cara penanggalan lokal mereka turut disertakan dalam sistem saka ini.
Tidak hanya masyarakat Jawa dan Bali yang memiliki kalendernya sendiri. Masyarakat Sunda juga memiliki sistem penanggalannya ala mereka sendiri. Kalender Sunda cenderung lebih mirip dengan kalender masehi. Perbedaannya terdapat pada nama-nama hari yang dipergunakan. Adapun jumlah hari dalam sepekan dan sebulan hampir sama.
Jenis penanggalan terakhir yang digunakan yaitu kalender saka Bali yang dipergunakan oleh masyarakat di Pulau Dewata. Seperti yang telah dijelaskan di atas, kalender ini mengambil dasar dari sistem penanggalan saka yang disesuaikan dan ditambahkan budaya lokal setempat. Perhitungannya merupakan kompromis antara gerak matahari dan bulan.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Khafidz Abdulah Budianto pada 30 Dec 2023