Bagikan:
JAKARTA - Praktik konsumsi daging anjing di Indonesia adalah suatu kontroversi. Meski begitu, hal tersebut ternyata masih terjadi di beberapa daerah.
Salah satunya terjadi di Solo dan terbaru ratusan anjing berhasil diselamatkan dalam pengiriman ilegal menuju kota tersebut. Padahal, daging hewan ini bukanlah bahan pangan yang dibolehkan untuk dikonsumsi sesuai aturan Kementerian Pertanian (Kementan).
Ketentuan ini tercantum dalam Surat Edaran Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan Nomor 9874/SE/pk.420/F/09/2018 yang dikeluarkan pada tanggal 25 September 2018, yang menegaskan peningkatan pengawasan terhadap peredaran dan perdagangan daging anjing.
Menurut Humane Society International yang merupakan organisasi perlindungan hewan terbesar di dunia ini menyampaikan bahwa setiap tahun, diperkirakan sekitar 30 juta anjing diperlakukan dengan kejam dan dibunuh untuk memenuhi konsumsi manusia di seluruh Asia. Praktik perdagangan ini melibatkan kekejaman yang mengerikan terhadap hewan dan seringkali terkait dengan aktivitas kriminal.
Di antara negara-negara tersebut, sekitar 10-20 juta anjing disembelih di China, sementara Korea Selatan, Indonesia, dan Vietnam masing-masing menyumbang sekitar 1 juta anjing yang dibunuh. Lebih dari 80.000 anjing dari kelompok terakhir tersebut diimpor dari Thailand, Laos, dan Kamboja.
Mengacu data tersebut dapat dikatakan tingginya angka pembunuhan identik selaras dengan pesatnya permintaan akan daging ini. Meski begitu, mengkonsumsi daging anjing mengandung banyak resiko bagi kesehatan manusia yang akan dijabarkan di bawah ini.
Daging anjing dapat menjadi sumber penularan penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Salah satu contoh paling serius adalah rabies. Rabies adalah penyakit virus yang dapat ditularkan melalui gigitan atau kontak dengan saliva hewan yang terinfeksi. Konsumsi daging anjing yang terinfeksi rabies dapat menyebabkan penyebaran penyakit ini pada manusia, yang dapat berakibat fatal jika tidak diobati segera.
Praktik pemotongan dan penanganan daging anjing yang tidak higienis dapat menyebabkan kontaminasi oleh mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus, dan parasit. Infeksi seperti Salmonellosis, Campylobacteriosis, atau parasit seperti Trichinella dapat menyebabkan gejala gastrointestinal serius pada manusia. Kondisi sanitasi yang buruk di pasar-pasar tradisional atau tempat penjualan daging anjing dapat meningkatkan risiko kontaminasi ini.
Pemberian antibiotik yang tidak terkontrol pada hewan ternak, termasuk anjing yang diternakkan untuk daging, dapat menyebabkan resistensi antibiotik. Konsumsi daging yang mengandung residu antibiotik dapat membawa risiko penyebaran bakteri resisten antibiotik ke manusia, membuat pengobatan infeksi menjadi lebih sulit dan kompleks.
Selain rabies, ada berbagai penyakit zoonosis lain yang dapat ditularkan melalui konsumsi daging anjing. Contohnya adalah brucellosis, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Brucella. Brucellosis dapat menyebabkan gejala seperti demam, nyeri otot, dan masalah kesehatan lainnya pada manusia. Konsumsi daging anjing yang terinfeksi Brucella dapat meningkatkan risiko penularan penyakit ini.
Praktik pengolahan dan penyimpanan daging anjing yang tidak sesuai standar keamanan pangan dapat menyebabkan risiko keracunan makanan. Bakteri seperti E. coli atau Staphylococcus aureus dapat tumbuh dan berkembang biak dalam daging yang tidak diolah dengan benar. Konsumsi daging anjing yang terkontaminasi dapat menyebabkan berbagai gejala keracunan makanan seperti muntah, diare, dan sakit perut.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Alvin Pasza Bagaskara pada 20 Jan 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 22 Jan 2024