starbanjar.com
Screenshot_20210703-191143_Instagram.jpg
Warung Lestari di depan halaman Pasar Kesatrian Banjarmasin

Cerita Gusti Febrian, Kenalkan Minuman Tradisional Nusantara lewat Warung Lestari

Redaksi Starbanjar
03.7.2021

Lewat usaha kecil-kecilan yang diberi nama Warung Lestari, Gusti Febrian memberi warna baru bisnis kedai kekinian di Kota Banjarmasin. Alih-alih menyajikan kopi sebagai sajian unggulan, ia justru mengambil jalur berbeda dengan menyuguhkan aneka minuman tradisional khas Nusantara.

***

Warung Lestari berlokasi di Jalan Pangeran Hidayatullah, Kota Banjarmasin. Buka setiap pukul 16.00 Wita hingga dini hari tiba, wadah kongkow ini berada persis di halaman depan Pasar Kesatrian.

Sesuai namanya, warung ini memiliki gagasan untuk melestarikan serta mengenalkan minuman tradisional kepada pelanggan. Di kedai, mereka menyajikan beragam sajian kuliner khas Nusantara seperti wedang, ronde, bandrek, teh jahe, hingga STMJ.

"Sejak Agustus 2020 lalu kami mulai usaha," ujar Gusti Febrian, penggagas Warung Lestari, kepada Starbanjar.com, baru-baru tadi.

Sekilas memang tampak seperti warung STMJ biasa saja. Tapi, Gusti bilang, mereka memakai bahan-bahan tradisional seperti jahe merah, kayu secang, dan aneka teh dari beragam daerah sebagai pembeda.

"Makanya ini warna merah. Kita pakai jahe merah ditambah kayu secang. Enggak jahe putih," kata Gusti sembari menunjuk minuman susu jahe yang diminum oleh penulis.

Ia menceritakan, rata-rata bahan dan rerempahan yang digunakan berasal dari pasar lokal. Untuk rempah-rempah pendukung minuman, misalnya, ia ambil dari para pedagang Pasar Baru yang lazim dikenal salah satu wadah perdagangan rerempahan di Kota Banjarmasin. "Untuk jahe merah, kita beli dari pedagang di Banjarbaru yang petaninya berasal dari Kabupaten Banjar," katanya.

Di lain sisi, warung ini juga didesain layaknya kedai-kedai kekinian dilengkapi meja bar dan juga kelengkapan kursi untuk urusan nongkrong.

Berbisnis minuman tradisional, kata Gusti, memiliki peluang besar karena pelanggannya bisa datang dari semua kalangan. Berbeda dengan wadah tongkrongan lainnya yang cenderung punya segmen tertentu.

Namun, merintis usaha seperti ini di tengah pandemi juga memiliki tantangan besar. Sebagai gambaran, mereka harus berkutat dengan PPKM atau pembatasan lainnya, khususnya jam malam yang diterapkan pemerintah kota.

Padahal, menurut Gusti, Warung Lestari justru ramai di atas jam 10 malam. Ketika pembatasan, mereka harus merugi karena bahan-bahan yang diolah hanya bisa bertahan hanya sampai satu hari saja.

Kendati demikian, Gusti tetap memastikan bahwa pihaknya berupaya penuh untuk mematuhi protokol kesehatan untuk mengurangi penyebaran Covid-19.

Ke depan, ia juga berharap kuliner tradisional dapat bertahan di tengah kemajuan pesat industri modern.

"Bahan baku seperti hasil pertanian lokal juga (diharapkan) dapat stabil. Khususnyan jahe merah yang beberapa bulan lalu sempat kosong dan harganya melonjak," tutupnya.