starbanjar.com
IMG-20221217-WA0009.jpg

Karya Sastra Sandi Firly Diadaptasi Jadi Film Pendek

Ahmad Husaini
17.12.2022

STARBANJAR - Sapardi Djoko Damono dan Chairil Anwar, dua penyair menjadi topik utama dalam diskusi Peran Pesiar Literasi, Diskusi dan Nonton Bareng Film Alih Wahana di SMK Telkom Banjarbaru, pada Kamis (15/12/2022) kemarin.

"Buku cerpen 'Suatu Malam Ketika Puisi Tak Mampu Ia Tuliskan Lagi' ini terbit di bulan November 2022. Mengambil judulnya dari salah satu cerpen yang masuk sebagai Anugerah Cerpen Pilihan Kompas 2019," ucap Sandi Firly dalam keterangannya.

Di dalam buku tersebut, Sandi menyebut ada sebanyak 15 cerpen yang dikumpulkannya. Namun, dia memilih judul itu lantaran kuat sebagaimana adanya unsur tokoh-tokoh penyair. 

"Mungkin kalian pernah dengar ini, yaitu aku mencintaimu dengan sederhana. Itulah sajak Sapardi yang mulanya menjadi dialog," ujarnya.

Sandi pun bercerita bahwa Sapardi Djoko Damono pernah berkolaborasi buku puisi dengan seorang penulis muda perempuan berusia 24 tahun itu, yakni Rintik Sedu (Nadhifa Allya Tsana). 

Dalam bayangannya, dia menyebut cerpen itu sangat jauh antara jarak generasi penyair Sapardi dan Sutardji dengan Chairil, apalagi Jokpin yang baru dikenal pada zaman sekarang.

"Bayangkan, mereka berdialog tentang cinta dengan versi kepenyairannya. Chairil memang lebih dulu sejak tahun 1943, dan telah wafat," cerita Sandi.

Sebagai pengarang, Sandi ingin mengabadikan cerita antargenerasi para tokoh penyair Indonesia ke dalam cerpennya tersebut. Sehingga, dia ingin menghadirkan Sapardi, Sutardji, Jokpin hingga Chairil ke dalam sebuah cerita yang dikarangnya sebagaimana untuk mengingat sejarah sastra saat ini.

"Karena, saya mengagumi puisi-puisi mereka. Maka dibuatlah cerpen ini, sebagian sajak mereka saya kutip untuk dijadikan cerita," ungkap dia.

Adapun, seorang Produser Hudan Nur menjelaskan bahwa film ini melewati banyak proses, sehingga dapat terciptalah film bergenre sastra tersebut. 

Banyak sekali, menurutnya perubahan serta perdebatan di dalam penggarapan tersebut demi menyesuaikan isi naskah skenario yang dibuat agar menjadi riil sebagai film pendek.

"Ongkos film pendek yang diadaptasi dari cerpen karya Sandi Firly ini tidak terlalu banyak, cuma hanya sebesar 50 Juta. Dan selesai produksinya sejak 2021," beber Hudan.

Guru Teknik, Komputer dan Jaringan SMK Telkom Banjarbaru, Mediana Indah Pertiwi menangkap cerita di dalam film tersebut bahwa menggambarkan seorang lelaki yang suka menulis puisi, bahkan sampai depresi. 

Dalam review kisahnya, dia tertarik dengan pertemuan para tokoh penyair di sebuah kafe yang tiba-tiba datanglah seorang pemuda.

"Pemuda itu enggan memberikan puisi, hingga keluar dari kafe itu. Pemuda itu langsung teringat dengan seorang perempuan," ungkap Mediana di depan panggung.

Sementara, Mediana memaknai pertemuan antar penyair bahwasanya setiap orang memaknai cinta berbeda-beda dalam perspektifnya. 

Maka, dia mengetahui lewat puisi dapat menciptakan perasaannya tersendiri dan masing-masing. 

"Puisi-puisi yang dia buat untuk perempuan itu tidak terbalas, sehingga pemuda itu tak semestinya ia lakukan tersebut," kata dia.

Memang, Mediana mengaku film tersebut belum bisa ditafsirkan bahwa endingnya bakal menjadi sadis atau tidak, apalagi setting cerita diakhir tokoh pemudanya menggunakan cutter. 

Mungkin saja, dia memperkirakan alat cutter itu digunakan untuk menghancurkan puisi-puisi miliknya tersebut.