starbanjar.com
Banjir di Kalsel
Banjir di Kalsel

Lapan Sebut Banjir Besar di Kalsel Karena Luasan Hutan Berkurang

Redaksi Starbanjar
18.1.2021

STARBANJAR - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) telah melakukan analisa penyebab banjir yang terjadi sejak setidaknya dalam sepekan terakhir, yang telah merendam ribuan rumah di Provinsi Kalimantan Selatan.

Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lapan M. Rokhis Khomarudin mengatakan hasil analisa curah hujan dengan data satelit Himawari-8, menunjukkan bahwa liputan awan penghasil hujan terjadi sejak tanggal 12 Januari 2021 dan masih berlangsung hingga tanggal 15 Januari 2021. Curah hujan ini menjadi salah satu penyebab banjir yang melanda Provinsi Kalimantan Selatan pada tanggal 13 Januari 2021.

Rokhis menjelaskan LAPAN juga menganalisa luas genangan banjir yang terjadi dengan menggunakan data satelit Sentinel 1A tanggal 12 Juli 2020 sebelum banjir besar terjadi dan pada tanggal 13 Januari 2021 ketika musibah banjir terjadi.

"Hasil perhitungan luas genangan tertinggi terdapat di Kabupaten Barito Kuala dengan luas sekitar 60 ribu hektar, Kabupaten Banjar sekitar 40 ribu hektar, Kabupaten Tanah Laut sekitar 29 ribu hektar, Kabupaten Hulu Sungai Tengah sekitar 12 ribu Hektar, Kabupaten Hulu Sungai Selatan sekitar 11 ribu hektar, Kabupaten Tapin sekitar 11 ribu hektar, dan Kabupaten Tabalong sekitar 10rb hektar," ujar Rokhis dalam keterangannya, dikutip Starbanjar, Minggu (17/1/2021).

Dia menambahkan daerah lainnya adalah Kabupaten Balangan, Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Hulu Sungai Utara, Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Murung Raya dengan luasan antara 8 ribu - 10 ribu Hektar.

Rokhis menyebut perubahan penutup lahan di DAS Barito sebagai respon terhadap bencana banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan. Analisis dilakukan menggunakan data mosaik Landsat untuk mendeteksi penutup lahan tahun 2010 dan 2020.

Dia mengatakan, analisis terhadap perubahan penutup lahan di DAS Barito dilakukan menggunakan data mosaik Landsat, untuk mendeteksi penutup lahan antara tahun 2010 dan 2020.

Pengolahan data dilakukan secara digital menggunakan metode random forest sehingga mampu lebih cepat dalam menganalisis perubahan penutup lahan yang terjadi.

"Hasil yang didapatkan dalam kurun waktu 10 tahun tersebut, menunjukkan adanya penurunan luas hutan primer, hutan sekunder, sawah dan semak belukar," kata Rokhis.

Berikut rincian penurunan luas masing-masing area:

Hutan primer: turun 13.000 hektar

Hutan sekunder: turun 116.000 hektar

Sawah: turun 146.000 hektar

Semak belukar: turun 47.000 hektar

Sebaliknya, tambah Rokhis terjadi perluasan area perkebunan yang cukup signifikan sebesar 219 ribu hektar. Perubahan penutup lahan dalam 10 tahun ini dapat memberikan gambaran kemungkinan terjadinya banjir di DAS Barito.

"Sehingga dapat digunakan sebagai salah satu masukan untuk mendukung upaya mitigasi bencana banjir di kemudian hari," tegas Rokhis.

Di sisi lain, kata dia pengolahan data sepenuhnya masih menggunakan data satelit penginderaan jauh resolusi menengah. 

"Hasil ini masih bersifat estimasi dan belum dilakukan verifikasi serta validasi untuk mengetahui tingkat akurasinya," tutup Rokhis.