Bagikan:
JAKARTA - Ketika Anda mendengar istilah Black Friday, mungkin muncul gambaran para pembeli yang sedang sibuk mencari diskon besar di toko-toko. Namun, tidak dapat dipungkiri kalau istilah Black Friday kurang familiar bagi warga Indonesia. Bisa jadi istilah ini memang lebih sering digunakan untuk masyarakat di Amerika Serikat.
Black Friday digelar pada 29 November, setelah Thanksgiving (28 November). Biasanya pelaku usaha retail memberikan banyak promo diskon Black Friday untuk menarik para konsumen membeli barang-barang di tokonya.
Seperti yang dilansir dari Huffington Post, awalnya asal-usul istilah Black Friday diceritakan tentang para pembeli yang bersemangat setelah makan malam Thanksgiving dan mulai memadati toko-toko dan pusat perbelanjaan.
Lonjakan belanja ini membuat para peritel dalam kondisi untung (yang disimbolkan dengan warna hitam, bukan warna merah seperti peringatan) pada akhir tahun. Oleh karena itu, hari Jumat setelah perayaan Thanksgiving sering disebut sebagai Black Friday dan hari itu menjadi awal tidak resmi musim belanja liburan.
Namun ternyata istilah ini tidak selalu memiliki arti seperti itu. Sebelum industri ritel memberikan sentuhan yang positif, istilah Black Friday memiliki makna yang jauh lebih suram. Berikut penjelasannya.
Seperti yang dilansir dari USA Today dan Huffington Post, menurut laporan dari The History Channel, nama Black Friday berasal dari tahun 1950-an. Istilah tersebut digunakan oleh polisi di Philadelphia untuk menggambarkan kekacauan yang sering terjadi di kota pada hari usai perayaan Thanksgiving.
Banyak orang dari pinggiran kota datang ke Philadelphia untuk berbelanja, sementara yang lain datang untuk ikut menonton pertandingan sepak bola tahunan Army-Navy. Hal inilah yang menimbulkan munculnya kerumunan, lalu lintas yang macet, kecelakaan, pencurian, dan masalah lainnya yang akhirnya membuat petugas polisi harus bekerja lembur.
Pada tahun 1961, istilah Black Friday sudah melekat di Philadelphia. Beberapa pedagang dan pengusaha di kota tersebut mencoba mengganti nama itu dengan istilah ‘Big Friday’ untuk menghilangkan konotasi negatif, tapi upaya ini tetap gagal.
Baru pada akhir 1980-an, Black Friday mulai dikenal secara nasional. Pada saat itu peritel berupaya untuk mengubah narasi Black Friday dan asal-usulnya menjadi narasi yang berbeda. Dari sinilah muncul analogi belanja ‘dari merah ke hitam’ yang menunjukkan keuntungan besar yang diperoleh para peritel pada hari tersebut. Bahkan, banyak orang masih percaya narasi ini adalah asal-usul sebenarnya dari nama Black Friday.
Itu tadi penjelasan mengenai sejarah asal-usul munculnya istilah Black Friday. Hingga saat ini diketahui nama Black Friday masih digunakan oleh banyak retailer, bahkan retailer di Indonesia.
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh pada 29 Nov 2024