Bagikan:
Orasi budaya oleh Mukhlis Maman, Maestro Kurihiding itu memberikan pandangan hidup berbudaya dalam acara Opening Art Exhibition Kampung Ketupat di Jalan Sungai Baru, Kota Banjarmasin.
Menggunakan kupiah hitam dengan surban putih dikalungkan ke bahu, seniman yang akrab disapa Julak Larau ini mengenakan baju berwarna pink kotak-kota saat memberikan orasi budaya.
Dihadapan para hadirin, pria kelahiran 6 Juni 1966 itu memandang bahwa tempat inilah cikal bakal sebuah peradaban di tanah Banjar itu bermula.
"Menjadi makhluk sosial, pribadi seseorang akan beradab. Adapun tungku yang kedua adalah agama. Ketika orang bisa mengambil nilai-nilai keagamaan, saya yakin bahwa ia juga beradab," ucap Mukhlis Maman kepada Starbanjar.
Hal itu, menurutnya sosok manusia yang memiliki karakter dan perlakuan baik. Tentu, Julak menyebut dengan tindakan atau perbuatan-perbuatannya bakal memberi cerminan kehidupan kepada manusia lainnya.
Kemudian, Julak menuturkan soal tungku ketiga yaitu berbangsa dan bernegara dalam menyongsong kehidupan di Indonesia. Kala seseorang memiliki rasa, bahkan baginya dapat mengamalkan nilai-nilai berbangsa dan bernegara maka dianggap juga beradab.
"Bisa memperlakukan orang lain diluar kesukuannya, baik itu diluar tanah dan banyunya. Jadi, Kampung Ketupat dengan Tandar Tungku Sajaramang, memiliki sinergi yang kuat. Untuk membangun peradaban yang akan datang," tandasnya.
Hari itu Manajemen Kampung Ketupat Banjarmasin memberikan santunan kepada anak yatim. Sesaatnya, musik Japin dengan judul Kambang Pandahan berdendang dan dilanjutkan oleh tim Ugahari, membawakan tiga lagu. Berselang dengan penampilan baca puisi oleh Nailiya Nikmah, Yadi Muryadi, M Rahim Arza dan Alif N.S, yang dilanjukan dengan orasi budaya.
Diakhir, Kasumba Entertaiment menggelar Mamanda bersama tokoh seniman Kalimantan Selatan yang menghibur warga Banjarmasin dengan gelak tawa. Para aktor melakoni layaknya kerajaan, namun dikemas dalam nuansa komedi.