starbanjar.com
IMG_4601.jpg

Para Musisi di Kalsel Ramai-Ramai Rayakan Hari Musik Sedunia

Redaksi Starbanjar
23.6.2022

STARBANJAR- Hari Musik Sedunia atau World Music Day yang saban tahun diperingati pada 21 Juni turut diramaikan oleh para musisi dan penikmat musik di Kalimantan Selatan. Perayaan digelar di dua titik, baik di Kota Banjarmasin dan Banjarbaru.

Di Banjarbaru, perayaan Hari Musik Dunia digelar untuk pertama kalinya di Atrium Q Mall Banjarbaru, pada Selasa (21/6/2022). Sederet musisi seperti JEF, Pandaz, Shouma, OBO Orchestra, GHD, Diatonis, dan Ria Fhawak tampil dalam ajang ini.

Sementara di Banjarmasin, perayaan dihelat di Dharma Coffee pada Rabu (23/6/2022) malam. Sama seperti di Banjarbaru, beragam penampilan dari band dan sanggar seperti A.R.K, Si Madhava, Bawah Tangga, Sanggar Bahana, dan Sanggar Musik Antasari disuguhkan dalam penampilan tersebut.

Perayaan Hari Musik Dunia di Dharma Coffee Banjarmasin. (Source: A.R.K) 

Perayaan Hari Musik Dunia di Dharma Coffee juga ditambah meriah dengan digelarnya sharing session yang dipantik oleh Sumasno Hadi (Dosen Sendratasik ULM), Feriza Manuwu (Owner Hollowlab Studio) dan Novyandi Saputra (Akaracita dan NSA Project Movement)

Uniknya, meski dihelat di dua tempat dan berbeda penyelenggara, perayaan Hari Musik Sedunia di Banjarmasin dan Banjarbaru seperti punya visi yang sama: menampilkan musik yang beragam atau lintas genre.

Sharing session HMD di Dharma Coffee Banjarmasin. (Source: Tim/Starbanjar) 

Novyandi Saputra, Praktisi Gamalan Banjar, yang menjadi pemantik dalam sharing session menyiratkan bahwa sudah seharusnya Hari Musik Sedunia kali ini menjadi momen agar tidak ada lagi dikotomi atau pengotak-otakan dalam bermusik.

"Intinya kalau kita bicara musik hari ini, kita berbicara tentang kesetaraan. Bagiku, hari ini semua genre harus mendapat tempat.  Exposure-nya sama, apresiasinya sama. Karena kalau kita bedakan terus, ngga bakal ketemu," ujarnya  

Tak cuma itu, Novyandi juga mengingatkan bahwa sudah semestinya para musisi hari ini tidak lagi dibeda-bedakan secara wilayah atau geografis. Bagi dia, istilah "band lokal" atau "band nasional", misalnya, tak lagi relevan di masa sekarang. "Karena musik itu bicara karya. Yang diliat ya karyanya," tegasnya. .

Pengotak-otakan musisi seperti ini pada akhirnya juga bisa memicu minimnya apresiasi terhadap musisi-musisi tertentu karena alasan genre atau masalah daerah. Sebagai contoh, musisi dari Banjarmasin bisa jadi akan berbeda penghargaannya dengan musisi Jakarta, padahal secara karya

Sumasno Hadi, selaku Dosen Sendratasik ULM, menilai bahwa diskusi-diskusi mengenai musik seperti ini harus terus dikembangkan. Ini mengingat Indonesia -khususnya Kalimantan Selatan- masih ada punya problematika atau gap permasalahan seperti yang dipaparkan oleh Novyandi.

Meski demikian, ia menilai perkembangan musik di Indonesia sudah cukup dilirik karena pemerintah juga mulai memasukan musik sebagai sub-sektor ekonomi kreatif dan sertifikasi musisi juga sedang digencarkan.