starbanjar.com
IMG-20220925-WA0013.jpg
Aksi peringatan hari tani 2022 di tugu intan Banjarbaru (foto istimewa)

Peringati Hari Tani di Tugu Banjarbaru, Masyarakat Sipil di Kalsel Soroti Sejumlah Persoalan Agraria

Ahmad Husaini
24.9.2022

STARBANJAR - Sejumlah aktivis lingkungan dan kelompok masyarakat sipil berkolaborasi dalam rangka menyuarakan Hari Tani Nasional (HTN) yang digelar aksinya di tugu intan Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Sabtu (24/9/2022). 

Lembaga yang terlibat, yaitu SPI Kalimantan Selatan, Walhi Kalimantan Selatan, Gema Petani Kalsel, Aksi Kamisan Kalsel, XR Meratus, Pasar Gratis Kalsel, Mapala Graminea dan IAAS LC ULM.

Koordinator Lapangan Aksi Hari Tani, Wira Surya Wibawa menyebut refleksi hari tani nasional itu menyoroti reforma agraria, regulasi kebijakan petani, hingga mendorong pemerintah membuat peta LP2B.

"Progres redistribusi tanah bagi petani lambat, meski pemerintah menyebut terdapat kemajuan dalam hal target redistribusi. Kementerian ATR-BPN menyebut untuk eks-HGU sudah didistribusikan 1,12 juta hektare atau 262,94 persen dari target 0,4 juta hektar," ungkap Wira dalam siaran pers yang diterima.

Sementara, menurutnya untuk pelepasan kawasan hutan, pemerintah telah meredistribusi seluas 268 ribu hektar atau 6 persen dari target 4,1 juta hektar. Kenyataannya hal itu belum dirasakan oleh para organisasi petani dan gerakan tani di Indonesia. 

"Program reforma agraria cenderung difokuskan hanya pada sertifikasi dan legalisasi, bukan upaya merombak ketimpangan penguasaan tanah dan menyelesaikan konflik agraria; Penyelesaian konflik agraria masih lambat."

Kata Wira, permintaan Presiden RI ketika pembentukan Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria (PPKA-PKRA) Tahun 2021, untuk 50 % kasus dapat diselesaikan tidak tercapai. Akibatnya, menurutnya angka konflik agraria di Indonesia masih tinggi.

"Tim Reforma Agraria SPI mencatat sekurang-kurangnya terjadi 104 kasus konflik agraria selama tahun 2021. Dari data tersebut, konflik agraria masih didominasi oleh sektor perkebunan (46 kasus); diikuti oleh pertambangan (20 kasus); kehutanan (8 kasus); pesisir (4 kasus) dan Proyek Strategis Nasional (4 kasus)," ucapnya.

Bahkan, menurut Wira akhirnya UU Cipta Kerja yang berseberangan dengan spirit UUPA 1960 dan Reforma Agraria Sejati. Dia melihat substansi UU Cipta Kerja yang mengakomodir kepentingan modal dan investasi menjadi legitimasi untuk merampas tanah milik petani, masyarakat adat, dan orang-orang yang bekerja di pedesaan. 

"Hal ini juga dapat dilacak lebih jauh dari pasal-pasal yang kontroversial di dalam UU Cipta Kerja:

"Pemberian Bank Tanah untuk kepentingan investasi dan pembangunan yang mendistorsi pelaksanaan reforma agraria di Indonesia," tegasnya.

Sementara, kata Wira, subsidi dan bantuan untuk petani. Belum ada perbaikan terhadap bantuan petani, salah satunya terkait pupuk bersubsidi. Menurutnya, sangat amburadulnya pendistribusian pupuk subsidi berakibat pada kelangkaan, sehingga banyak petani tidak mendapatkan pupuk subsidi. 

Adapun, pupuk non-subsidi juga mengalami kenaikan harga yang cukup pesat. 

"Ombudsman RI juga sudah membuat laporan terkait tata kelola pupuk bersubsidi di Indonesia yang dinilai tidak efektif. Dalam konteks PEN, pemerintah melakukan kekeliruan dengan mengalokasikan anggaran untuk proyek food estate, dan ketahanan pangan di Indonesia yang cukup besar, dengan pagu 117 triliun (keseluruhan untuk alokasi PEN 2021 untuk program strategis nasional. Jaminan harga yang layak bagi petani," jelasnya.

Kata Wira, beberapa bahan pangan mengalami gejolak harga selama tahun 2022 ini, salah satunya minyak makan sawit (termasuk TBS sawit). 

"Petani kerap mendapatkan harga yang tidak layak, kendati harga bahan pangan di tingkat konsumen mengalami kenaikan, seperti: bawang merah, telur ayam, daging, dan lain-lain."

Sehingga, bagi Wira tingkat kesejahteraan petani belum terwujud. Salah satu ukurannya adalah Nilai Tukar Petani (NTP) yang fluktuatif selama tahun 2022 ini. 

Jika dilihat dari NTP, menurutnya sejauh ini pertanian masih ditopang oleh subsektor perkebunan rakyat, yang tata kelolanya juga masih tergantung pada korporasi. 

Sementara, kata dia, subsektor lainnya masih belum sepenuhnya sejahtera dan dari ukuran NTP, kerap kali dibawah standar impas (di bawah 100). 

Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Kalimantan Selatan, Dwi Putra Kurniawan menyoroti subsidi untuk petani tidak dilakukan oleh pemerintah Indonesia, sehingga mengalami ketimpangan kebijakan jika hanya diberikan kepada nelayan saja. 

Dia merasa pemerataan itu harus dilakukan, bahkan kehidupan sehari-hari tak lepasnya dari kebutuhan yang diberikan oleh petani.

"Peralatannya kan ada combine, hand traktor, belum lagi alat bajak. Itu kan semuanya memakai bahan bakar yang enggak sedikit. Saya mendorong pemerintah agar diberikannya subsidi untuk petani," tegasnya.

Kata Dwi pada petani harus ditolong karena telah banyak menyokong bahan baku ekonomi sehari-harinya. Maka, menurutnya semestinya pemerintah berpihak kepada petani yang kini tertindas akibat kenaikkan harga BBM.

"Ketika daya pakan dari bahan pokok naik. Tentu mereka (petani) terbebani, dan tidak adil dong," ungkap Dwi di kafe Biji Kopi.

Kemudian, Dwi menyoroti rendahnya harga jual Karet dan Jagung, menjadi bagian aksi hari tani tersebut. Menurutnya perlu disuarakan agar pemerintah berpihak kepada petani. 

“Komoditas Karet dan Jagung menjadi sorotan kami, terlebih di Kabupaten Banjar dan Hulu Sungai, sekitarnya itu,” imbuhnya.