starbanjar.com
aasasa
aasasa

Ratusan Ribu Hektare Lahan Pertanian di Kalsel Rusak akibat Diterjang Banjir

Redaksi Starbanjar
20.1.2021

STARBANJAR- Dewan Pengurus Serikat Petani Indonesia (SPI) Kalimantan Selatan mencatat ada 209.884 hektare lahan pertanian di Banua yang rusak akibat bencana banjir 2021. Kerusakan tersebar di lima daerah seperti Barito Kuala, Tanah Laut, Banjar, Hulu Sungai Tengah (HST), dan Tapin.

Ketua DPW SPI Kalsel, Dwi Putra Kurniawan, membeberkan dari angka tersebut, terdapat 188.895 hektare lahan yang merupakan area pertanian sawah padi. Sisanya sebanyak 20.989 persen merupakan lahan pertanian palawija, hortikultura, serta kolam budidaya ikan.

"Semua lahan pertanian ini adalah lahan aktif yang selalu dibudidayakan," kata Dwi dikutip dari siaran pers yang diterima Starbanjar.

Kata Dwi, kerusakan lahan pertanian warga ini jelas menimbulkan beragam dampak. Misalnya, harga-harga produk pangan di pasar lokal Kalimantan Selatan mengalami kenaikan. Produk pangan sayur-sayuran (hortikultura), palawija dan ikan diperkirakan bakal penyumbang inflasi mulai di bulan Januari. Sementara untuk beras diperkiraan mengalami kenaikkan sedikit karena stok masih cukup aman dari panen tahun 2020.

"Namun perlu diingat bahwa hasil panen padi tahun 2020 berupa Gabah Kering Giling (GKG) banyak juga yang mengalami kerusakan dipenyimpanan para petani, ini akan menjadi penyebab berkurangnya stok beras dan bisa memicu kenaikkan harga," ujarnya.

Dwi bilang, sudah sepatutnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah memberikan perhatian yang khusus terhadap korban para petani dan pertaniannya ini. Sebab, sektor pertanian pangan adalah motor penggerak sektor-sektor lainnya dalam pemulihan ekonomi.

"Pemerintah harus bertanggung jawab untuk menyiapkan perbaikan prasarana pertanian seperti irigasi dan sistem pengairan lainnya, Pemerintah juga wajib menyediakan sarana pertanian seperti; bibit-bibit tanaman pangan yang akan dibudidayakan para petani pasca bencana ini, selain itu pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga harus menyediakan peralatan penunjang pertanian seperti traktor, dan lain-lain. Itu semua adalah sesuai dengan UU No.19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani," jelasnya.

Dalam kesempatan ini, Dwi juga menyayangkan kunjungan Presiden Jokowi ke beberapa titik lokasi Banjir Kalsel pada Senin (18/1/2021) yang sama sekali tidak menyinggung tentang pentingnya merehabilitasi dan rekonstruksi prasarana dan sarana pertanian. Jokowi dinilai cuma membahas perbaikan infrastruktur jalan dan jembatan.

"Presiden abai terhadap peringatan-peringatan dari para aktivis lingkungan seperti Walhi dan para akademisi yang menyatakan bahwa Kalsel dalam kondisi darurat ruang dan darurat bencana ekologi. Akar permasalahannya utama akibat masifnya pertambangan batubara dan perkebunan sawit yang merambah hutan-hutan Kalimantan Selatan tidak disinggung sama sekali oleh Jokowi," ujarnya.


Masih menurut Dwi, SPI Kalsel juga sangat tidak setuju wacana food estate yang pernah disampaikan oleh Gubernur Kalsel beberapa waktu lalu. Kata dia, lebih baik anggaran negara dipergunakan untuk membangun food estate dialihkan ke perbaikan lahan pertanian yang sudah ada dan rusak akibat bencana. Gubernur Kalsel dianggap tidak berkaca pada program pembangunan kawasan sentral pertanian di Jejangkit Kabupaten Batola tahun 2018 yang lalu.

"Musibah bencana banjir Kalimantan Selatan ini berpotensi membuat Kalimantan Selatan sebagai lumbung pangan yang terancam mengalami krisis pangan jika penanganan yang lambat dan tidak tepat dari Pemerintah. Program proyek padat karya rehabilitasi lahan pertanian harus segera disiapkan dan yang lebih penting adalah melibatkan atau mengajak partisipatif para petani dalam merancang dan mengerjakan program tersebut," tandasnya.