Bagikan:
STARBANJAR — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan LBH Pers angkat bicara soal pengesahan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas atau Publisher Rights.
Peraturan yang merupakan usulan dari komunitas pers dan sudah dibahas lebih dari tiga tahun lalu itu akhirnya diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa, 20 Februari 2024. AJI berharap Perpres ini dijalankan dengan prinsip keadilan, transparansi dan penuh akuntabilitas.
“Utamanya terkait pembagian dana atas pemanfaatan berita oleh perusahaan platform digital berdasarkan perhitungan nilai keekonomian, kerja sama lisensi berbayar, berbagi data agregat pengguna berita, dan bentuk lain yang disepakati,” ujar Ketua AJI Sasmito, dalam keterangannya, dikutip Kamis, 22 Februari 2024.
Berbagai kerja sama tersebut diharapkan dapat memperbaiki model bisnis jurnalisme yang lebih berkelanjutan pada masa mendatang. Namun demikian, AJI dan LBH Pers meminta kerja sama tersebut digunakan sebagaimana judul regulasi yakni untuk mendukung jurnalisme berkualitas.
“Karena itu, penting bagi semua pihak memastikan dana bagi hasil atau lainnya, betul-betul dibelanjakan untuk mendukung jurnalisme berkualitas. Salah satunya dengan memastikan bagi hasil tersebut mengalir pada upah layak jurnalis dan pekerja media,” ujar Sasmito.
Hasil riset AJI pada Februari-April 2023 menemukan hampir 50% jurnalis di berbagai daerah mengatakan upah mereka di bawah upah minimum. Bahkan, belasan persen lainnya menyatakan upah mereka tidak menentu, dan mendapat upah dari komisi iklan.
Lebih lanjut, implementasi Publisher Rights juga didorong memberikan keadilan bagi Public Interest Media yang selama ini telah konsisten mengusung jurnalisme untuk publik. Kelompok media ini, menurut AJI, masih sulit untuk lolos verifikasi Dewan Pers meskipun karya jurnalistik mereka berkualitas.
“Dewan Pers perlu membuat terobosan agar media-media yang berkualitas bisa lolos verifikasi dan mendapat keadilan dari regulasi ini,” tegas Sasmito. AJI dan LBH Pers juga menyoroti komposisi komite dalam regulasi ini yang mempunyai tugas untuk memastikan pemenuhan kewajiban Perusahaan Platform Digital.
Pasal 14 Perpres 32/2024 ini menyebutkan komite terdiri dari lima orang perwakilan Dewan Pers yang tidak mewakili perusahaan, satu perwakilan kementerian, dan lima pakar yang ditunjuk oleh menteri yang mengoordinasikan urusan pemerintahan di bidang politik, hukum, dan keamanan.
Dengan komposisi seperti ini, maka akan ada enam orang yang dipilih pemerintah dan lima orang dipilih dari Dewan Pers. “Komposisi yang lebih banyak dari pemerintah dikhawatirkan menjadi pintu untuk mengintervensi komite. Kami menilai penting proses seleksi anggota komite dari pemerintah melalui proses yang kredibel sehingga orang-orang yang terpilih bisa independen,” imbuh Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin.
Sebelumnya, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) meyakini Perpres ini akan membuka jalan bagi negosiasi bisnis yang setara antara perusahaan platform digital global seperti Google, Meta, Tiktok bahkan platform Artificial Intelligence seperti OpenAI dan penerbit media digital di Indonesia.
Bagi anggota AMSI, dampak dari pemberlakuan aturan ini dinilai akan signifikan. Sejumlah media yang selama ini sudah memiliki perjanjian lisensi konten dengan platform digital akan memeroleh kepastian pendapatan.
Sementara media-media yang belum memiliki perjanjian dengan platform, selama sudah terverifikasi Dewan Pers, dapat mulai menegosiasikan sebuah relasi bisnis yang saling menguntungkan. Perjanjian dapat dilakukan masing-masing media secara individu maupun kolektif.
AMSI berkomitmen menjembatani anggota yang belum terverifikasi di Dewan Pers untuk mendapatkan kompensasi melalui perjanjian kolektif.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Chrisna Chanis Cara pada 22 Feb 2024