Bagikan:
STARBANJAR - Dekatnya batas waktu restrukturisasi kredit terkait COVID-19 yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Maret 2024, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI/BBRI) mempersiapkan strategi guna menjaga kinerja positifnya.
Direktur Utama BRI, Sunarso, menegaskan komitmen perusahaan untuk terus tumbuh dan telah mengimplementasikan strategi tertentu untuk menghadapi perubahan kebijakan tersebut.
Salah satu langkah signifikan yang telah diambil oleh BRI adalah mencatatkan penyusutan nilai kredit yang terdampak oleh COVID-19 dan telah direstrukturisasi.
Hingga Desember 2023, total outstanding kredit restrukturisasi COVID-19 di BRI mencapai Rp54,5 triliun, menurun tajam dari angka sebelumnya sebesar Rp107,2 triliun pada tahun sebelumnya.
“Apabila dihitung dari puncaknya, sebesar Rp210 triliun itu sudah keluar dari status restrukturisasi sehingga sekarang outstanding-nya tinggal Rp54 triliun,” ujar Sunarso melalui keterangan yang diterima TrenAsia, Selasa, 20 Februari 2024.
Sebagai antisipasi terhadap berakhirnya kebijakan restrukturisasi, BRI telah menyusun pencadangan dana yang cukup dan memadai.
Sunarso menyampaikan, Nonperforming Loan (NPL) coverage BRI per-Desember 2023 berada di level 215,27%, lebih dari dua kali dari NPL yang sudah dicadangkan Perseroan.
“Saya kira itu lebih dari cukup ya. Dan kemudian kualitas kredit atau NPL BRI terkendali di level 2,95%,” tambahnya.
Sunarso pun menyebutkan bahwa BRI juga menjalankan strategi selective growth dan terus memperkuat risk management.
BRI telah membentuk regional risk management di setiap wilayah untuk mengawasi kualitas kredit serta secara aktif melakukan monitoring pada portofolio kreditnya.
Pada tahun ini, fokus BRI akan terpusat pada penguatan kapabilitas retail banking dan optimalisasi kontribusi perusahaan anak. Sunarso juga menyampaikan bahwa pihak bank juga berkomitmen untuk tetap fokus pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), khususnya di segmen ultra mikro. Dengan demikian, strategi dan kinerja Holding UMi tetap menjadi prioritas utama sebagai sumber pertumbuhan baru.
“BRI akan tetap memastikan tersedianya sumber pertumbuhan baru, terutama datang dari segmen ultra mikro, yang kedua adalah memastikan kecukupan modal untuk meng-cover pertumbuhan bisnis secara sustain di tahun 2024 ini,” katanya.
Dari segi fungsi intermediasi, hingga akhir Desember 2023, BRI berhasil mendorong penyaluran kredit sebesar Rp1.266,4 triliun, mengalami pertumbuhan sebesar 11,2% year on year (yoy).
Capaian ini mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penyaluran kredit industri perbankan nasional yang hanya tumbuh sebesar 10,4% yoy sepanjang tahun 2023.
Secara konsolidasian, kinerja BRI sepanjang tahun 2023 mencatat pertumbuhan aset perseroan sebesar 5,3% yoy menjadi Rp1.965 triliun. Laba bersih juga mencapai Rp60,4 triliun, menunjukkan pertumbuhan sebesar 17,5% yoy.
Dalam hal Dana Pihak Ketiga (DPK), hingga akhir Desember 2023, BRI berhasil menghimpun DPK sebesar Rp1.358,3 triliun, mengalami pertumbuhan sebesar 3,9% yoy.
Prestasi ini mengungguli pertumbuhan DPK industri perbankan nasional yang hanya tumbuh sebesar 3,8% yoy pada akhir Desember 2023. Penghimpunan DPK BRI masih didominasi oleh dana murah (CASA) dengan presentase mencapai 64,4% atau setara dengan Rp874,1 triliun.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 20 Feb 2024