Bagikan:
JAKARTA - Makanan adalah salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat untuk bertahan hidup. Tidak hanya itu, makanan juga menjadi salah satu ciri khas dari sebuah masyarakat di daerah. Bahkan, bisa jadi makanan yang dikonsumsi akan berbeda dengan masyarakat di daerah lainnya.
Indonesia sendiri memiliki kekayaan kuliner dari berbagai daerah di saentero Nusantara. Kuliner-kuliner tersebut mencerminkan tradisi dan budaya masyarakat setempat. Meski terdapat kuliner yang merupakan budaya asli dan identitas masyarakat setempat, terdapat beberapa kuliner yang ternyata merupakan akulturasi dua budaya.
Akulturasi tersebut menghasilkan kuliner atau budaya baru tanpa meninggalkan yang aslinya. Hal itu wajar terjadi di Indonesia sebab sebagai negara kepulauan, sering para pelayar dan suadagar dari berbagai wilayah seperti China, India, Arab, bahkan Eropa datang berkunjung
Terlebih Indonesia sendiri pernah mengalami masa penjajahan oleh bangsa eropa di masa lampau sehingga terjadilah akulturasi budaya termasuk di bidang kuliner. Berikut Trenasia akan merangkum lima makanan yang dikira asli Indonesia namun ternyata merupakan hasil akulturasi budaya.
Kuliner pertama berasal dari olahan daging berbentuk bulat yang dikenal sebagai bakso. Makanan ini kerap diidentikan sebagai makanan lokal. Bahkan beberapa beberapa nama kota terkenal akan kuliner satu ini seperti Bakso Malang, Bakso Wonogiri, dan tentu saja Bakso Solo.
Namun siapa sangka olahan bulat ini justru berasal dari Negeri Tirai Bambu. Bakso hadir di Indonesia sebagai hasil akulturasi budaya dengan para penduduk China di masa lampau yang berdagang dan menetap di kawasan Nusantara.
Mengutip dari laman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, olahan bakso pertama dibuat oleh saat Meng Bo yang berinisiatif menumbuk daging, lalu membentuknya menjadi bulatan agar ibunya dapat memakan daging dengan mudah.
Kata bak merujuk pada arti daging dan kata so berarti makanan. Di tanah asalnya, bakso berbahan dasar dari daging babi. Namun seiring dengan akuluturasi budaya di Indonesia dimana mayoritas penduduk kawasan ini adalah muslim, maka daging babi kemudian diganti dengan daging sapi agar dapat dikonsumsi.
Perkedel merupakan salah satu lauk yang kerap disajikan di atas meja untuk menemani dan melengkapi menu makan. Makanan ini terbuat dari kentang yang dihaluskan lalu dibalur dengan telur lalu digoreng. Seringkali perkedel dijumpai sebagai lauk tambahan pada soto maupun makanan lain.
Siapa sangka, makanan ini ternyata berasal dari Negeri Kincir Angin Belanda. Perkedel berasal dari Bahasa Belanda frikadel, yakni daging cincang yang dihaluskan dan digoreng. Namun seiring dengan akulturasi budaya, bahan daging cincang itu berubah dan diganti kentang.
Selat Solo merupakan salah satu buruan kuliner yang wajib untuk dicoba ketika sedang berkunjung ke Kota Solo. Meski menyandang nama “Solo”, makanan ini justru merupakan hasil akulturasi budaya Eropa dengan Jawa khususnya di kalangan bangsawan keraton Kasunanan.
Makanan unik ini tercipta pada masa Kolonial Belanda. Pada era itu seringkali terdapat acara yang melibatkan pemerintah kolonial dengan Pihak Keraton Surakarta. Dalam pertemuan tersebut seringkali hidangan yang disajikan tidak dapat mengakomodasi selera kedua belah pihak.
Pemerintah kolonial lebih terbiasa menyantap hidangan daging yang dimasak setengah matang. Sajian ini tentu saja berbeda selera dengan apa yang dikonsumsi oleh pihak dari Keraton Surakarta. Mereka cenderung lebih terbiasa menyantap makanan bersayur ataupun jika daging maka daging tersebut diolah sampai matang.
Kondisi seperti itu kemudian memunculkan sebuah ide olahan baru. Daging yang biasanya diolah setengah matang pun diubah menjadi daging giling atau cincang yang dibentuk lonjong lalu dikukus.
Setelah matang, daging akan dipadukan dengan beberapa bahan lainnya seperti telur yang dibumbu beserta sayuran. Modifikasi tersebut ternyata cocok dan sesuai dengan selera bangsawan keraton.
Makanan ini sering dijumpai dan banyak dijual oleh pedangan kaki lima maupun di outlet makanan. Sesuai namanya, makanan ini berasal dari telur yang dicampur dengan sayur dan kemudian digoreng bersama dengan kulit dari tepung. Hasil perpaduan itu menciptakan makanan yang renyah diluar dan lembut ketika di dalamnya.
Dalam sejarahnya, martabak telur justru berasal dari tanah India. Makanan ini datang ke Indonesia dan kemudian berakulturasi dengan kebudayaan setempat. Di Jawa, martabak telur diberikan tambahan berupa daging ayam maupun sapi.
Siapa tidak kenal dengan makanan satu ini. Tidak lengkap rasanya jika berkunjung ke Jogja apabila tidak membawa oleh-oleh bakpia. Makanan ringan ini sudah sangat melekat dengan Kota Jogja dan menjadi salah satu kuliner khas. Namun dibalik itu, bakpia ternyata justru berasal dari China yang berakulturasi dengan budaya lokal setempat.
Merujuk pada lama Kemenparekraf, Bakpia berasal dari dialek Hokkian, Tou Luk Pia, yang berarti kue atau roti berisi daging. Makanan ini awalnya berisikan daging dan minyak babi. Karena masyarakat jawa banyak yang menganut muslim dan tidak mengonsumsi babi, maka bakpia dimodifikasi dengan mengganti isiannya dengan kacang hijau ataupun isian lainnya seperti saat ini.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Khafidz Abdulah Budianto pada 13 Jan 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 16 Jan 2024