Bagikan:
PKBI Daerah Kalimantan Selatan bersama kelompok rentan yang tergabung dalam masyarakat sipil mendeklarasikan untuk suara dalam Partisipasi Politik Perempuan, Kelompok Rentan dan Disabilitas di Hotel Jelita Banjarmasin, pada Senin (11/9/2023) siang.
Dengan mitra lokal, mitra inklusi dan multi stakeholder menggelar Lokakarya dalam menyongsong pesta demokrasi pada 5 tahunan di Indonesia.
Berbagai kelompok masyarakat sipil mulai menyuarakan harapan dan kepentingan bagi para calon pemimpin bangsa, maka menuangkannya dalam suatu Deklarasi Lintas Masyarakat Sipil Menciptakan Tahun Politik yang Inklusif dan Partisipatif.
Selama 7 jam, mereka melaksanakan diskusi sejak pukul 09.00 – 16.30 WITA. Dan diikuti oleh 23 orang yang terdiri dari 7 komunitas berbeda, yaitu Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Banjarmasin, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), Narasi Perempuan, Komunitas Perempuan Interfaith (KPI), perwakilan komunitas transpuan, perwakilan komunitas Wanita Pekerja Seks (WPS), dan CMR Kalimantan Selatan.
Dibuka dengan pemaparan materi dari Varinia Pura Damaiyanti, akademisi FISIP ULM itu mengajak peserta agar memahami bahwa pemilu adalah manifestasi dari sistem negara demokrasi. Menurutnya, di mana rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi yang mampu mempengaruhi kebijakan yang ada di Indonesia.
“Pemilu adalah proses pemberian mandat dari rakyat kepada wakil rakyat untuk mengambil dan membuat kebijakan yang akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Kita bisa mempengaruhi kebijakan yang dibuat agar lebih inklusif dengan memilih pemimpin yang tepat,” ungkap Varinia, tegas.
Adapun Naimah, Ketua Pengembangan dan Pengkajian ‘Aisyiyah (LPPA) Kalimantan Selatan sebagai narasumber kedua menyampaikan tentang peluang dan tantangan yang mungkin akan dihadapi dalam pemilu 2024. Dia menyebut berkaca dari apa yang terjadi pada pemilu 2019.
“Hoaks, misinformasi dan disinformasi juga masih menjadi tantangan yang harus kita selesaikan bersama,” jelas dia.
Namun, Naima juga percaya masih ada banyak sekali peluang dalam pemilu 2024 ini untuk menyuarakan aspirasi masyarakat terpinggirkan. Dengan mudahnya, dia melihat akses pada teknologi dan internet, jumlah pemilih anak muda yang banyak dengan karakteristik yang kritis dan dinamis, serta sinergi semua pihak.
Kemudian dilanjutkan oleh fasilitator, Nur Chalisah mengajak peserta untuk mendiskusikan aspirasi peserta mewakili kelompok mereka masing-masing untuk kemudian di dalamnya sebuah deklarasi. Dari hasil diskusi tersebut, masing-masing kelompok memiliki aspirasi yang berbeda-beda.
Kelompok WPS dan transpuan menginginkan akses pelayanan publik yang ramah dan non-diskriminatif, pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi yang komprehensif untuk mencegah infeksi menular seksual, serta akses pada penguatan ekonomi.
Lalu, kelompok lintas iman menuntut agar ada program-program yang berorientasi pada kesetaraan dan perdamaian serta mengantisipasi intoleransi yang terus berkembang. Selanjutnya kelompok difabel mendesak agar ada perlibatan kelompok difabel dalam setiap aspek pembangunan dari awal hingga akhir.
Dan selanjutnya terkait penyediaan akses bahasa dan infrastuktur yang memadai di fasilitas umum, dan kantor-kantor pelayanan pemerintah, serta penguatan komitmen pemerintah dalam menjalankan PERDA Kota Banjarmasin.
“Hal itu tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, alokasi dana untuk pemeberdayaan kelompok difabel, dan penyediaan rumah sakit khusus difabel,” tulis mereka dalam karton.
Diakhir, kelompok anak muda menuntut agar pemerintah menyediakan pendidikan berkualitas yang dapat diakses semua orang, sehingga melibatkan dan memberikan anak muda ruang untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya dalam proses pembangunan, adanya kebijakan dan fasilitas yang ramah gender dan anak.
Lokakarya ini kemudian ditutup dengan pembacaan Deklarasi Lintas Masyarakat Sipil Menciptakan Tahun Politik yang Inklusif dan Partisipatif oleh Cahaya Camelia dari Komunitas Perempuan Interfaith (KPI) dan ditutup dengan foto bersama.