Bagikan:
JAKARTA - Tinder adalah salah satu aplikasi kencan online yang cukup populer di kalangan masyarakat saat ini. Tampaknya, Tinder juga aware dengan berbagai modus kejahatan yang memanfaatkan kecanggihan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Hal itu diketahui lewat kabar yang dilansir dari HT Tech, bahwa Tinder telah memperluas program verifikasi identitasnya di saat kecerdasan buatan menyulitkan untuk mengetahui siapa pihak yang asli dan kejahatan yang meningkat di aplikasi kencan.
Program tersebut akan diluncurkan di Amerika Serikat, Inggris, Brazil, dan Meksiko dalam beberapa minggu dan bulan mendatang. Fitur ini bahkan juga sudah diuji di Australia dan Selandia Baru, di mana orang-orang yang telah terverifikasi mengalami peningkatan match sebesar 67% dibandingkan mereka yang tidak.
Proses ini memerlukan SIM atau paspor yang masih berlaku dan video yang direkam sendiri. Vendor pihak ketiga juga akan memeriksa tanggal lahir dan apakah wajah dalam video selfie tersebut cocok dengan foto profil dan ID pengguna.
Setelah pengguna mengirimkan informasi, biasanya akan diperlukan waktu sekitar satu hingga dua menit untuk memperoleh persetujuan. Jika mereka menyelesaikan verifikasi ID dan foto, tanda centang biru akan muncul di profil mereka.
CEO Tinder, Faye Iosotaluno mengatakan bahwa mereka melihat Gen Z memiliki kebutuhan dan keinginan yang sangat mendalam akan keaslian orang yang menggunakan Tinder. Hal ini karena Gen Z tumbuh di era ‘digital first’ yang menciptakan rasa ingin tahu apakah orang yang dilihatnya di platform media sosia benar-benar orang yang akan mereka temui.
Oleh karena itu, Tinder berfokus untuk menonjolkan jati diri seseorang dalam profil dan pengalaman mereka. Tinder sendiri juga telah mengembangkan sistem verifikasi ID-nya selama bertahun-tahun dan pertama kali diluncurkan di Jepang pada tahun 2019.
Perusahaan tersebut secara bertahap menambahkan negara-negara baru ke dalam daftar, tapi juga memperkenalkan alat identifikasi sangatlah rumit. Namun, perkembangan terkini membuat teknologi jadi semakin mendesak.
Bahkan, seperti yang dilansir dari HT Tech, Kedutaan Besar AS di Kolombia sempat memperingatkan para turis pada bulan Januari bahwa terdapat peningkatan dibandingkan tahun lalu dalam laporan penjahat yang menggunakan aplikasi kencan online untuk memikat korban yang kemudian mereka obati dan rampok.
Tinder memberi tahu penggunanya di Kolombia untuk memastikan memeriksa match pengguna, bertemu di tempat umum, dan bagikan rencana tersebut dengan orang yang dipercaya. Jika ada yang tidak beres, pengguna bisa segera mengakhiri kencan.
Tidak hanya itu, pada September lalu, Australia memerintahkan aplikasi kencan untuk mengembangkan kode etik sukarela yang dapat mengatasi masalah keamanan setelah penelitian dari Institut Kriminologi Australia mengungkapkan ada 72% peserta pernah mengalami aplikasi kencan yang berujung mendapatkan kekerasan seksual.
Meski penipuan dengan modus percintaan memiliki sejarah panjang dan kelam, teknologi modern telah membawa dimensi baru. Seperti di banyak industri lainnya, kecerdasan buatan juga menjadi perhatian nyata dalam dunia kencan.
Dalam skema penipuan yang disebut sebagai pig butchering, penipu menggunakan foto yang dihasilkan oleh AI untuk mengembangkan profil kencan yang unik dan mengelabui korban agar menyerahkan uangnya. pada tahun 2022 saja penipuan modus percintaan ini dapat mengakibatkan korbannya kehilangan uang senilai US$1,3 miliar, menurut Komisi Perdagangan Federal AS.
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Justina Nur Landhiani pada 22 Feb 2024