Bagikan:
JAKARTA – Kaledonia Baru adalah wilayah otonomi Prancis di timur laut Australia. Baru-baru ini Kaledonia Baru mengalami ketegangan yang penuh gejolak. Jalan-jalan diblokir, mobil-mobil dibakar, dan tempat usaha ditutup atau dirampok.
Kerusuhan tersebut bahkan telah berlangsung selama lebih dari satu minggu terakhir di wilayah yang sebelumnya berfungsi sebagai penjara bagi tahanan politik Prancis.
Kekerasan ini dipicu oleh sebuah proposal reformasi pemilu oleh Majelis Nasional di Paris yang ingin memberikan hak pilih kepada warga Prancis yang telah tinggal di Kaledonia Baru selama lebih dari 10 tahun.
Pihak berwenang telah mengumumkan keadaan darurat sejak Rabu, 22 Mei 2024 di wilayah kepulauan yang terletak di tengah Samudra Pasifik ini.
Dan berikut fakta menarik terkait Kaledonia Baru.
Kaledonia Baru adalah pulau Pasifik yang terletak paling dekat dengan Australia. Pada peta dunia, Kaledonia Baru tampak sebagai titik kecil di timur Australia dan utara Selandia Baru. Pulau kecil ini berada di tengah-tengah Pasifik, dikelilingi oleh pulau-pulau tetangga seperti Fiji dan Vanuatu. Ibu kota Kaledonia Baru adalah Noumea.
Pulau utama Kaledonia Baru, Grande Terre, memiliki panjang hampir 400 km dan lebar 50 km. Kepulauan ini terdiri dari lebih dari 140 pulau berbeda, dengan yang paling terkenal adalah Pulau Pines di selatan dan Pulau Loyalty di timur. Total luas wilayahnya mencapai 18.500 km², termasuk pulau-pulau sekitarnya.
Lebih dari separuh penduduknya tinggal di ibu kota dan daerah sekitarnya, Greater Nouméa, sementara sisanya merupakan rumah bagi 32 komune atau desa dengan jumlah penduduk kurang dari 7.000 jiwa.
Kaledonia Baru merupakan bagian dari wilayah Prancis. Selain Kaledonia Baru, ada berbagai wilayah luar negeri Prancis lainnya yang tersebar di seluruh dunia, termasuk Polinesia Prancis serta Wallis dan Futuna.
Kaledonia Baru menikmati otonomi yang cukup luas berkat Perjanjian Nouméa pada tahun 1998. Mirip dengan Australia dan Selandia Baru yang berbagi ratu dengan Inggris, Kaledonia Baru berbagi presiden dengan Prancis.
Kaledonia Baru ditemukan penjelajah James Cook pada 4 September 1774 saat melakukan perjalanan keduanya di kawasan Pasifik. Ia menamai wilayah ini Kaledonia Baru karena mengingatkannya pada tanah kelahirannya, Skotlandia.
Kemudian, pedagang cendana dan pemburu paus dari Inggris dan Amerika Utara mulai datang ke Kaledonia Baru. Kontak dengan orang Eropa menyebabkan penduduk asli terkena berbagai penyakit baru seperti campak, cacar, influenza, disentri, sifilis, dan kusta. Permusuhan muncul antara orang Eropa dan penduduk asli, yang menyebabkan banyak bentrokan dan kematian.
Setelah permintaan kayu cendana menurun, perdagangan beralih ke perbudakan penduduk asli. Para budak dipekerjakan di ladang tebu di Queensland, Australia, dan Fiji. Era perbudakan ini berakhir pada awal abad ke-20.
Kaledonia Baru menjadi koloni Perancis pada 1853 dan berfungsi sebagai koloni hukuman Perancis dari 1864 hingga 1904.
Menurut data Institut Statistik dan Ekonomi Kaledonia Baru (ISEE NC) 2019, sekitar 11,3% dari penduduk Kaledonia Baru adalah etnis keturunan, termasuk keturunan Indonesia. Sedangkan jumlah warga pendatang, termasuk dari Indonesia sekitar 7,5% dari populasi Kaledonia Baru.
Secara historis, migrasi pertama dari Pulau Jawa ke Kaledonia Baru terjadi berdasarkan kesepakatan antara Perancis dan Belanda, dimulai dengan kedatangan 170 pekerja pada 16 Februari 1896.
Saat itu, Prancis meminta pemerintah kolonial Belanda untuk mendatangkan pekerja kontrak dari Pulau Jawa untuk bekerja di perkebunan, peternakan, dan pertambangan nikel di wilayah Prancis di Pasifik, tepatnya di sebelah timur Australia.
Migrasi ini kemudian berlanjut dengan kedatangan sekitar 19.510 pekerja yang tiba dalam 87 kapal selama periode 55 tahun (1896-1949). Konsulat RI di Nouméa dibuka oleh pemerintah Indonesia pada 15 Mei 1951.
Dilansir dari situs resmi Kemenlu, pada Selasa, 28 Mei 2024, bahasa Jawa ngoko menjadi bahasa sehari-hari diaspora Indonesia di Kaledonia Baru hingga generasi keempat, dan kemudian diikuti dengan penyebaran Bahasa Indonesia di Kaledonia Baru sejak dekade 1970-an.
Saat ini, sekitar 4.000 orang di Kaledonia Baru mengaku sebagai keturunan Jawa. Sebagian besar dari mereka masih menggunakan bahasa Jawa, sementara lainnya berbahasa Prancis.
Kedatangan orang Jawa secara bertahap membentuk komunitas Indonesia yang kuat di Kaledonia Baru. Meski awalnya mereka menghadapi tantangan dalam beradaptasi dengan budaya dan lingkungan baru, mereka berhasil memberikan kontribusi positif bagi pembangunan Kaledonia Baru.
Pengakuan terhadap keberadaan warga keturunan Indonesia dan kontribusi mereka terhadap pembangunan di Kaledonia Baru tercermin dari dukungan pemerintah Kaledonia Baru dalam mendirikan tugu peringatan 100 tahun kedatangan orang Indonesia di Vallon du Gaz, Baie de l'Orphelinat (1996), serta di kota-kota lain seperti La Foa, Farino, Bourail, dan Kone
Orang Kanak, penduduk asli Kaledonia Baru, merupakan kelompok terbesar di wilayah tersebut, mencakup sekitar 40% dari total populasi yang berjumlah sekitar 270.000 jiwa, menurut Institut Statistik dan Studi Ekonomi Nasional Perancis (INSEE).
Kaledonia Baru juga memiliki populasi ras campuran yang signifikan, dengan 11,3% penduduk menyatakan mereka berasal dari lebih dari satu komunitas. Populasi lainnya terdiri dari orang-orang dengan latar belakang yang beragam akibat berbagai gelombang imigrasi.
Multikulturalisme ini dirusak oleh kesenjangan ekonomi yang signifikan. Pemuda Kanak sangat terpinggirkan dengan kedatangan orang Eropa yang mulai mengambil alih pekerjaan. Sebanyak 46% masyarakat Kanak hanya memiliki ijazah sekolah menengah pertama sebagai kualifikasi pendidikan tertinggi mereka, dibandingkan dengan hanya 11% masyarakat Eropa di wilayah tersebut.
Kaledonia Baru memiliki alam yang indah. Salah satu destinasi populer adalah Isle of Pines, yang terkenal dengan karang berwarna-warni dan ikan yang hidup di iklim tropis.
Air laut di sini jernih dan berwarna biru muda, dengan pemandangan bawah laut yang memukau. Perjalanan ke Isle of Pines dapat ditempuh dalam 2,5 jam menggunakan kapal feri dari Noumea, ibu kota Kaledonia Baru.
Dilansir dari laman resmi Kemenlu, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Kaledonia Baru pada 2019 adalah 1,1%. PDB-nya pada tahun tersebut mencapai sekitar XFP 998 miliar (sekitar USD9,82 miliar) dan meningkat menjadi sekitar XFP 1,006 miliar (sekitar USD9,89 miliar) pada 2020.
PDB per kapita Kaledonia Baru sebesar USD38.921 adalah yang ke-4 terbesar di antara negara-negara Pasifik Selatan, setelah Australia, Selandia Baru, dan Guam di peringkat pertama, kedua, dan ketiga. PDB per kapita Kaledonia Baru ini juga merupakan yang tertinggi di antara teritori-teritori seberang lautan Prancis lainnya.
Sektor penggerak ekonomi Kaledonia Baru utamanya adalah investasi modal, yang berkontribusi sebesar 43% terhadap PDB. Selain itu, aktivitas pertambangan dan peleburan nikel, serta sektor properti, juga berperan penting dalam mendorong penciptaan lapangan kerja di sektor industri, konstruksi, dan transportasi.
Perekonomian Kaledonia Baru mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan barang, yang berdampak pada neraca perdagangan teritori Prancis. Hal ini mempengaruhi harga barang dan jasa di Kaledonia Baru, yang mengalami deflasi.
Tingkat deflasi Kaledonia Baru pada 2019 adalah -0,5% dan turun menjadi -0,8% pada tahun 2020. Pemerintah Kaledonia Baru memberikan insentif bagi pengusaha di sektor pertanian atau industri substitusi impor lainnya untuk memastikan stabilitas harga bagi konsumen.
Tujuan ekspor utama Kaledonia Baru adalah Prancis, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, China, dan Australia. Produk ekspor utama Kaledonia Baru meliputi nikel dan ferro-nikel.
Sumber utama impor bagi Kaledonia Baru adalah Prancis, Singapura, Australia, China, Selandia Baru, dan Amerika Serikat. Kaledonia Baru mengimpor terutama energi/bahan bakar, barang modal, barang konsumsi dan pangan, serta produk otomotif.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 02 Jun 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 07 Jun 2024