Bagikan:
JAKARTA - Sekretaris Jenderal Gerbang Tani Billy Ariez menjelaskan rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan (PP 109/2012) harus mempertimbangkan dampaknya terhadap petani tembakau.
“Petani mengalami banyak tantangan, mayoritas petani kita itu tradisional. Jangankan alih komoditas, pakai teknologi saja sama harus mendapatkan pendampingan. Inilah yang justru lebih penting dicari solusinya ketimbang melulu mengamini desakan revisi peraturan pengendalian tembakau PP 109/2012 agar semakin ketat. Pemerintah harus memperlihatkan keberpihakannya kepada petani,” jelas Billy Ariez pada Webinar PMII dengan tema Kajian Kebijakan Ekonomi Sosial Rencana Revisi PP 109/2021.
Dikatakan Billy, revisi PP 109 meresahkan karena mengancaman para petani dan sektor tembakau di Indonesia. “Revisi PP 109 mengancam kesejahteraan petani kita. Lapangan stuck, ribuan pekerja akan nganggur. Padahal di masa pandemi ini sektor tembakau berkontribusi besar terhadap ketahanan dan pertumbuhan ekonomi nasional,” katanya.
Menurut Billy IHT berperan besar terhadap perekonomian negara baik dari penerimaan dan juga penyerapan tenaga kerja. Billy menegaskan kontribusi ini harus dipertimbangkan secara matang sebelum merevisi peraturan yang berpotensi mengganggu stabilitas industri. “Maka DPN gerbang tani menolak secara tegas rencana revisi PP 109. Hal ini untuk menjaga kebijakan penerimaan negara dari hasil CHT, karena petani selalu jadi korbannya,” ujar Billy.
Dari sisi kebijakan publik, kata Billy, kebijakan harusnya tersinergi dan terkoordinasi dengan baik di antara badan yang mengatur. Sehingga muara dari kebijakan kementerian yang berbeda- beda tetap mampu menjadi titik tengah dan tidak hanya memperhatikan satu kepentingan Kementrian saja terlebih bila yang menanggung dampaknya justru rakyat.
“Kita harus menjaga sektor tembakau. Maka perlu upaya yang kuat dan terkoordinasi pada tingkat nasional dan daerah untuk mensejahterakan petani dan seluruh mata rantai IHT,” sambungnya.
Sebelumnya Anggota Komisi IV dari fraksi Golkar Firman Soebagyo menyatakan bahwa revisi PP 109 sebagai agenda besar LSM internasional untuk melemahkan sektor komoditi unggulan Indonesia.
Ia menyatakan Indonesia merupakan negara yang berdaulat sehingga negara harus hadir untuk melihat situasi dan kondisi rakyatnya.
Firman melihat kesehatan memang penting namun kebijakan pemerintah harus berimbang, dan mempertimbangkan berbagai macam sektor.
”Apa artinya kalau industri hasil tembakau ini kemudian dimatikan dan tenaga kerjanya akan di PHK? Indonesia itu adalah negara yang berdaulat, maka kita tidak serta merta bahwa harus menjalankan apa yang menjadi kemauan LSM internasional, apalagi agenda mereka jelas merugikan dan mengganggu kepentingan nasional karena LSM ini juga ada agenda-agenda terselubung dalam masalah persoalan IHT,” katanya.